Sabtu, 25 Juli 2009

Menunda Nikah Demi Menuntut Ilmu

 Pernikahan yang diserukan oleh Islam merupakan fitrah dan sunah para Nabi dan Rasul (manusia pilihan yang sempurna). Meneladani mereka merupakan hal yang sangat dituntut. Pernikahan yang barakah Insya Allah banyak melahirkan timbulnya sunnah hasanah (kebiasaan baru yang baik). Bahkan Rasulullah pernah menjanjikan kebaikan dengan berkata "Kawinilah orang-orang yang masih sendirian diantara kamu, sehingga Allah akan memperbaiki akhlak mereka, meluangkan rezeki mereka dan menambah keluhuran mereka."
Dalam hadist dengan derajat shahih Rasulullah SAW bersabda "Tiga golongan orang yang pasti mendapat pertolongan Allah, yaitu mukatab yang bermaksud untuk melunasi perjanjiannya, orang yang menikah dengan maksud memelihara kehormatannya dan yang berjihad di jalan Allah." (HR Turmudzi, An Nasa'i, Al Hakim dan Daruquthni). Bahkan Rasulullah pernah memberi peringatan bagi orang-orang yang urung menikah dengan berkata "Bukan termasuk golonganku orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah kemudian ia tidak menikah." (HR Thabrani).

Demikian tingginya kedudukan pernikahan dalam Islam sehingga menikah merupakan jalan menyempurnakan separuh agama. Rasulullah SAW bersabda: "Apabila seorang hamba telah berkeluarga berarti ia telah menyempurnakan separuh agamanya . Maka takutlah kepada Allah terhadap separuh yang lainnya." (HR Ath-Thabrani).

Bagaimana jika timbulnya keinginan menunda pernikahan karena suatu sebab yang lainnya, misalnya menuntut ilmu (Agama Islam)? Baiklah, sebelum kita dapati jawaban atas pertanyaan diatas, kita lihat dalam beberapa ayat Alquran berikut tentang keutamaan menuntut ilmu.
"Allah mengangkat orang-orang yang beriman dari kalian dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui segala apa yang kalian lakukan." (QS 58:11)
"Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS. 39:9)
"Kami tiada mengutus Rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad) melainkan beberapa orang laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui." (QS. 21:7)

Bahkan seruan menuntut ilmu dikatakan oleh Rasulullah pada hadist shahih berikut, Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu (agama) maka akan Allah mudahkan baginya jalan menuju surga. Dan sesungguhnya para malaikat senantiasa meletakkan sayapnya bagi orang-orang yang menuntu ilmu (thalibul ilmi). Para penghuni langit dan bumi sampai ikan-ikan di dalam air pun akan memintakan ampun kepada Allah bagi orang-orang alim dibandingkan 'abid (ahli ibadah) bagaikan keutamaan bulan purnama atas semua bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris nabi. Dan para nabi tidaklah mewariskan dinar maupun dirham tapi hanyalah mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambil warisan itu berarti dia telah mendapatkan keuntungan besar." (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
Dalam ayat berikut ini didapati adanya beberapa amalan besar yang boleh ditunda pelaksanaannya demi menuntut ilmu agama. Allah SWT bersabda: "Tidak sepantasnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberikan peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS. 9:122).
Ada sebuah riwayat dari Imam Ibnul Jauzi rahimullah menyatakan: "Dan sungguh salafus shalih lebih mengutamakan ilmu atas segala sesuatu. Maka antara lain diriwayatkan bahwa Imam Ahmad tidak menikah kecuali setelah berusia lebih dari 40 tahun."
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa Abu Bakar bin Al Anbari diberikan hadiah seorang budak wanita, maka ketika beliau masuk menemui budak tersebut untuk berjima' dengannya, beliau berfikir untuk memecahkan suatu masalah ilmiah dalam bidang agama. Budak itu kemudian menyendiri dari beliau. Dan beliau berkata: "Keluarkanlah budak ini dan bawalah pada pedagang budak". Mendengar ucapan beliau budak wanita tersebut bertanya: "Apakah aku mempunyai kesalahan?" Beliau menjawab:"Tidak, tetapi hatiku disibukkan denganmu, apapula nilaimu sehingga bisa menghalangi aku dari ilmuku".

Dalam kitab Jami'ul Bayanil Ilmi wa Fadhlihi oleh Ibnu Abdil Barrahimahullah menjelaskan bahwa ada dua hukum dalam menuntut ilmu, yaitu: Fardhu 'ain yaitu yang harus kita fahami segala kewajiban dalam agama dan cara pengamalannya. Contohnya: perkara tauhid, sholat lima waktu, dan larangan berzina, mabuk dan lain-lain. Fardhu kifayah yaitu bila kita menuntut ilmu agama tentang dalil-dalil keterangan agama dan penelitian tentang riwayat-riwayat dalil tersebut.

Kewajiban menuntut ilmu yang diserukan oleh Rasulullah SAW tidak memandang umur dan jenis kelamin. Rasulullah bersabda: "Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim". (HR Ahmad, Ahsan).

Berdasarkan realita yang ada, banyak terjadi dikalangan muda-mudi Islam yang menemui hambatan dalam menuntu ilmu setelah menikah. Yang laki-laki disebabkan karena direpoti oleh kesibukan dalam mencari nafkah bagi keluarga dan yang perempuan disibukkan oleh tugas-tugasnya sebagi istri dan mengurus anak.

Jika demikian menunda menikah demi menuntut ilmu adalah mulia atau paling tidak menuntut ilmu agama untuk bekal kehidupan berumah tangga dan dalam mendidik anak. Tapi hal tersebut tidak dianjurkan bagi mereka yang memastikan bahwa dirinya tidak akan menemui masalah dan terganggu dalam menuntut ilmu apabila dirinya telah menikah.
Bahkan bagi dirinya sangat dianjurkan untuk segera menikah demi menghindari kemaksiatan.
Nah sekarang, pertanyaan diatas telah terjawab, bahwa tidak mengapa jika seseorang mengambil keputusan untuk menunda menikah karena alasan yang jelas yaitu ingin menuntut ilmu. Dengan berilmu manusia dapat menjaga dirinya dari segala permasalahan yang dihadapinya (termasuk didalamnya problema kehidupan berumah tangga) seperti yang telah tercantum pada QS. 9:122 agar selamat dunia dan akhirat. Semoga dengan demikian langkah kita semakin mantap dalam menentukan sikap untuk memilih keutamaan yang lebih utama dari keutamaan yang lainnya. Selamat memilih! Wallahu a'lam bishshowaab



Kamis, 16 Juli 2009


Syukur dan Sabar 

Dalam salah satu hadisnya Rasulullah menyatakan, “Aku iri kepada orang-orang mukmin. Bila mendapatkan kenikmatan mereka bersyukur. Bila menerima cobaan, mereka bersabar.”


Prinsip hidup ini berhasil membuat saya meniti suka-duka dan riak gelombang kehidupan dengan bermodalkan sabar dan syukur.
Sabar merupakan modal hidup yang amat penting “Dengan sabar, kita jadi lebih tenang menghadapi gejolak kehidupan, kita tidak gampang panik. Pasangan sabar adalah syukur. Syukur membuat seorang hamba senantiasa ingat akan segala yang telah diterimanya dari Yang Maha Kuasa. Syukur juga mendorong manusia agar meningkatkan kebaikan kepada sesama manusia dan ketakwaan kepada Allah. Kebaikan itu misalnya menolong orang yang kesusahan dan butuh pertolongan. Juga menyisihkan sebagian rezeki untuk membangun fasilitas yang dibutuhkan publik seperti membangun masjid, mushola, sekolah, pondok pesantren, rumah sakit.
Allah menyuruh kita shalat dan mengeluarkan zakat. Itu artinya kita tidak cukup hanya melaksanakan ibadah ritual, tapi juga ibadah sosial dalam bentuk zakat, infak dan sedekah. Bukankah cara terbaik untuk bersyukur itu tak hanya sekedar diucapkan, tapi ditunjukan dengan amal perbuatan
Syukur itu akan membuat hidup lebih berkah dan tenang. Tak hanya itu, syukur juga mendatangkan rezeki lebih banyak lagi. Allah berjanji, “Jika kamu bersyukur, niscaya Aku tambah nikmat-Ku untukmu. Namun jika kamu ingkar akan nikmatKu, ketahuilah sesungguhnya azhabKu sangat pedih.” Ini adalah janji Allah, dan janji Allah pasti benar.”
Ada satu ayat Al-Qur’an yang selalu dijadikan moto hidup oleh Hamdhani, yakni Surat: Al-Insyirah ayat: 5-6, yang artinya, “Sesungguhnya dibalik setiap kesukaran pasti ada kemudahan. Sungguh dibalik setiap kesukaran, pasti ada kemudahan.”
Ayat Al-Qur’an tersebut, sungguh luar biasa “Ayat itu betul-betul membangkitkan semangat perjuangan hidup bagi setiap umat Muhammad SAW dalam menghadapi kehidupan dunia ini. Tiap kali saya membaca ayat tersebut saya seperti mendapatkan energi dan kekuatan baru untuk menempuh dan berusaha menyampaikannya kepada siapa saja yang memahami perintah dan larangan Allah SWT.

Selain itu, yang juga selalu menjadi pegangan hidup saya adalah hadis Nabi yang berbunyi, ”Sebaik-baik kamu adalah yang paling bermanfaat bagi sesama manusia.” Saya pun berharap meraih khusnul khatimah (akhir kehidupan yang baik). Saya berharap dapat menerapkan nilai-nilai Islam sampai akhir hayat. Saya sering berdoa kepada Allah dengan do’a sebagai berikut, “Yaa Muqollibal quulub tsabbit qolbin 'aladdiin” wahai zat yang mebolak-balikkan hati tetapkanlah hatiqu atas agama-Mu.

Beberapa bulan yang lalu speda motor saya hilang, kemudian berdasarkan keyakinan yang mantap bahwa mensyukuri apapun yang terjadi adalah bagian dari taqwah yang benar dan keyakinan "wamayyartaqillaha yaj'allahu makhrojan, wayarzuku min khaisu laa yaktasib". Kemudian menginfaqkan sebagian yang saya punya, dan Subhanallah tenyata sepeda yang menghilang beberapa pekan ternyata kembali lagi dengan cara yang tidak disangka-sangka.

Dan kejadian ke dua terulang lagi dua pekan yang lalu, ketika maksud hati hendak mengantarkan seorang teman yang mau ijab qobul pernikahan, dan ketika itu saya mengendarai mobil avanza seorang teman yang masih bagus, dijalan raya yang macet sehingga pengendara sepeda menabrak mobil dari belakang kemudian terjatuh dan menunjukan kesakitan, meski tidak jatuhnya pelan sekali. Beberapa orang mengerumuni dan menghentikan mobil saya, sebagai rasa tanggung jawab saya pun turun dan melihat pengendara tadi, karena waktu sudah mepet dan ada kewajiban yang harus saya tunaikan maka saya tidak ambil pusing, dan langsung memberikan beberapa uang agar bapak "pengendara" itu berhenti dari kesakitan(eranganya) setelah itu saya tinggal ke teman saya yang sudah menanti-nantikan kehadiran saya. Dan ketika sampai di rumah teman saya saya mencari Hp yang ada di saku jaket samping dan ternyata tidak ada, namun saya tetap masih bersyukur karena tidak mengecewakan teman saya dan yakin bahwa akan digantikan yang lebih baik oleh Allah SWT. Dan ternyata benar, ketika apa yang lepas dari kita kemudian kita syukuri dengan berusaha tetap sabar Allah menggantikan yang lebih baik, selang 9 hari Allah menggantikan Hp dengan Note book/laptop dengan membrikan rezki yang tidak kita sangka-sangka.

Saya mengingatkan kepada diri dan kepada anda semua, syukur dan sabar adalah bagian penting dari spiritualitas kita sebagai hamba, hamba yang baik tentunya.. Wallahu a'lam bisshowaf. 


Selasa, 07 Juli 2009

Jalan Terjal Kemenangan Hakiki


  
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga,
padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang
yang beriman bersamanya: Bilakah datangnya pertolongan Allah?
Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.
(Al-Baqarah: 214)

Ayat ini dan ayat-ayat yang senada dengannya dapat ditemukan pada tiga tempat dalam Al-Quran, yaitu surah Ali Imran: 142 yang berbunyi, Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal Allah belum mengetahui orang-orang yang berjuang diantara
kamu dan orang-orang yang bersabar, dan surah Al-Ankabut: 2-3, manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, sehingga Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Al-Ankabut: 2-3).

Secara historis, ayat-ayat di atas memang ditujukan kepada para mujahid generasi pertama dari umat ini, namun secara makna ayat ini lebih tepat untuk dijadikan bahan tarbiyah bagi mereka yang diserahkan amanah dakwah IlaLlah untuk memelihara soliditas dan keteguhan mereka,
bahwa kemenangan itu dekat dan identik dengan perjuangan, cobaan dan ujian. Hanya mereka yang solid yang berhak meraih kemenangan yang hakiki. Seperti yang tersirat dari jawaban Allah atas pertanyaan dan keluhan Rasul dan para sahabatnya Bilakah datangnya pertolongan Allah?Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.

Sayyid Quthb memahami ayat di atas, bahwa pertolongan Allah akan diberikan kepada mereka yang konsisten hingga akhir hayat, yang tetap mantap meskipun dalam penderitaan dan kesengsaraan, tetap teguh dan tegar ketika menghadapi goncangan, dan pada puncaknya mereka yakin bahwa tidak ada pertolongan melainkan pertolongan Allah. Pada level tertinggi ini, barulah mereka layak dan berhak mendapat surgaNya setelah ujian yang maksimal dan bersabar di atasnya. Bahkan secara khusus dalam salah satu ceramahnya memperingati peristiwa hijrah Rasulullah saw, Sayyid Quthb mengingatkan, bahwa orang yang berhak memperingati sejarah keagungan perjuangan dakwah Rasulullah bersama para sahabatnya
adalah mereka yang telah mampu mengangkat jiwa mereka pada level tertinggi dari sikap zuhud terhadap harta, zuhud terhadap kedudukan serta zuhud dalam bentuk apapun dari kemungkinan bisa memalingkan konsistensinya dari jalan dakwah, karena ada yang lebih
besar dari itu semua, yaitu surga Allah swt.

Padahal jika dicermati secara logika, sangatlah mudah bagi Rasulullah untuk memenangkan dakwah Islam dan menghancurkan para penentangnya dengan langsung memohon kepada Allah agar segera menghancurkan mereka, seperti yang pernah dimohon oleh Nabi Nuh dan Nabi Luth as, maka kaumnya diluluhlantahkan oleh Allah swt dan digantikan dengan kaum yang baru. Tetapi tidak dengan Rasulullah saw. Beliau malah memilih jalan yang sukar, jalan jihad dan jalan pengorbanan, karena jika kemenangan itu diraih dengan cara yang mudah, maka soliditas dan
keteguhan para sahabatnya belum teruji. Beliau memilih jalan yang sukar dan penuh dengan ujian dan cobaan, semata-mata agar dijadikan teladan bagi umat setelahnya bahwa kemenangan itu harus dengan perjuangan, pengorbanan dan menempuh jalan yang sukar, karena kemenangan yang mudah diraih tidak akan kekal, begitu juga dengan dakwah yang mudah
hanya akan diminati oleh orang-orang yang lemah. Sedangkan kemenangan yang hakiki dan dakwah yang sukar memang hanya bisa disertai oleh mereka yang kuat, teguh dan solid dengan keimanan mereka.

Secara korelatif menurut Imam Ar-Razi dalam At-Tafsir Al-Kabir bahwa ketika pada ayat sebelumnya (Al-Baqarah: 213) Allah menjamin akan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus dan kepada meraih surgaNya, maka kehendak Allah tersebut tidak akan berlaku melainkan setelah melalui beberapa ujian dan kesukaran,
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)…...
sehingga keutamaan Allah yang terbesar hanya layak diberikan kepada mereka yang telah mengalami sunnatuLlah berupa ujian dan kesukaran dalam mengarungi dan mendakwahkan kebenaran ajaran Allah.

Berdasarkan sebab turunnya, ayat ini menurut Ibnu Abbas diturunkan untuk membersihkan hati para sahabat yang baru saja berhijrah ke Madinah dengan mengorbankan segala yang mereka miliki. Belum lagi mereka ternyata harus menerima perlakuan buruk dari orang-orang Yahudi Madinah yang sangat membenci Rasulullah saw. Riwayat lain dari Qatadah dan As-Suddi
menyebutkan bahwa ayat ini turun terkait dengan perang Khandak ketika pasukan muslim harus menghadapi masa yang sukar dan penderitaan yang cukup berat, ditambah dengan pasukan dalam jumlah besar yang mengepung mereka dari segenap penjuru. Allah berfirman mengingatkan akan kesukaran suasana perang Ahzab, (Yaitu) ketika mereka datang
kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap (lagi) penglihatanmu dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan
(hatinya) dengan goncangan sangat dahsyat. (Al-Ahzab: 10-11)

Riwayat yang ketiga menyebutkan bahwa ayat ini turun pada perang Uhud ketika Abdullah bin Ubay bin Salul berujar dengan nada provokasi kepada para sahabat Rasulullah saw, Sampai kapan kalian akan terus membunuh diri kalian. Sekiranya Muhammad itu seorang nabi, niscaya Allah tidak akan menghendaki kalian menjadi tawanan musuh atau kalian terbunuh.

Inilah jalan yang telah ditempuh oleh generasi awal umat ini dan yang harus ditempuh oleh umat Islam dalam setiap generasi. Inilah jalan keimanan, perjuangan,… ujian dan cobaan… jalan kesabaran dan istiqamah. Jalan ini akan diiringi dengan kemenangan dan kenikmatan
(surga Allah swt). Maka tidaklah memadai bagi seorang mukmin dengan hanya berjuang. Melainkan ia harus siap dan bersabar menanggung beban dan tugas-tugas dakwah yang berkesinambungan. Terlebih lagi bersabar atas tribulasi harian dakwah yang tidak akan pernah berhenti; bersabar untuk senantiasa komitmen di atas landasan iman, bersabar di saat
kebathilan berkuasa, bersabar atas panjangnya jalan dakwah dan banyaknya onak duri yang menghadang, bersabar atas keinginan untuk beristirahat dan berhenti sejenak dari aktifitas dakwah dan bersabar untuk meraih surga yang penuh dengan kepayahan dan jalan terjal yang mendaki. Semuanya untuk meraih keteguhan iman yang melayakkan diri berada dalam shaf
para penghuni surgaNya kelak. Rasulullah mengingatkan akan kenyataan jalan menuju surga Allah swt, Surga itu dipenuhi dengan sesuatu yang dibenci, sedangkan neraka itu diliputi dengan sesuatu yang menyenangkan. (H. R. Muslim dan Tirmidzi)

Demikianlah sunnatuLlah dalam dakwah yang dipaparkan oleh ayat-ayatNya yang secara aplikatif berlaku dan terjadi dalam sejarah perjuangan dakwah Rasulullah dan para sahabatnya. Namun seringkali penyakit istijal mengikis sendi soliditas dan ketegaran dakwah kita, seperti yang pernah diingatkan oleh Rasulullah saw kepada sahabat Khabbab bin Al-Arat, Namun kalian
seringkali istijal (tergesa-gesa, tidak sabar). Padahal sebelum kalian ada yang harus menerima ujian yang sangat berat. Diantara mereka ada yang tegar meskipun digergaji dari ujung kepala hingga telapak kakinya. Diantara mereka juga ada yang tetap teguh saat harus disisir dengan sisir besi antara tulang dan dagingnya. Mereka tetap tidak bergeming dari agama Allah.
Dan memang berdasarkan sunnatuLlah bahwa ujian terberat dan terbesar akan dihadapi oleh para Nabi, kemudian para orang-orang sholeh dan mereka yang bersikap seperti mereka. Seseorang akan diuji sesuai dengan komitmen agamanya. Jika besar keteguhannya dalam berpegang dengan ajaran agama ini, maka ia akan menerima ujian yang lebih (H.R. Al-Hakim)