Selasa, 25 Januari 2011

Es Didalam Hati


Di sebuah perusahaan rel kereta api ada seorang pegawai, namanya Nick. Dia sangat rajin bekerja, dan sangat bertanggung jawab, tetapi dia mempunyai satu kekurangan, yaitu dia tidak mempunyai harapan apapun terhadap hidupnya, dia melihat dunia ini dengan pandangan tanpa harapan sama sekali.
Pada suatu hari semua karyawan bergegas untuk merayakan ulang tahun bos mereka, semuanya pulang lebih awal dengan cepat sekali. Yang tidak sengaja terjadi adalah, Nick terkunci di sebuah mobil pengangkut es yang belum sempat dibetulkan. Nick berteriak, memukul pintu dengan keras, semua orang di kantor sudah pergi merayakan ulang tahun bosnya, maka tidak ada yang mendengarnya.
Tangannya sudah merah kebengkak-bengkakan memukul pintu mobil itu, suaranya sudah serak akibat berteriak terus, tetapi tetap tidak ada orang yang mempedulikannya, akhirnya dia duduk di dalam sambil menghelakan nafas yang panjang. Semakin dia berpikir semakin dia merasa takut, dalam hatinya dia berpikir: Dalam mobil pengangkut es suhunya pasti di bawah 0 derajat, kalau dia tidak segera keluar dari situ, pasti akan matikedinginan. Dia terpaksa dengan tangan yang gemetar, mencari secarik kertas dan sebuah bolpen, menuliskan surat wasiatnya.
Keesokkan harinya, semua karyawan pun datang bekerja. Mereka membuka pintu mobil pengangkut es tersebut, dan sangat terkejut menemukan Nick yang terbaring di dalam. Mereka segera mengantarkan Nick untuk ditolong, tetapi dia sudah tidak bernyawa lagi.
Tetapi yang paling mereka kagetkan adalah, listrik mobil untuk menghidupkan mesin itu tidak dihubungkan, dalam mobil yang besar itu juga ada cukup oksigen untuknya, yang paling mereka herankan adalah suhu dalam mobil itu hanya 28 derajat saja, tetapi Nick malah mati “kedinginan” !!
Nick bukanlah mati karena suhu dalam mobil terlalu rendah, dia mati dalam titik es di dalam hatinya. Dia sudah menghakimi dirinya sebuah hukuman mati, bagaimana dapat hidup terus?
Percaya dalam diri sendiri adalah sebuah perasaan hati. Orang yang mempunyai rasa percaya diri tidak akan langsung putus asa begitu saja, dia tidak akan langsung berubah sedih terhadap keadaan hidupnya yang jalan kurang lancar.
Tanyalah pada diri kita sendiri, apakah kita sendiri sering langsung memutuskan bahwa kita tidak mampu untuk mengerjakan suatu hal, sehingga kita kehilangan banyak kesempatan untuk menjadi sukses? Kehilangan banyak kesempatan untuk belajar mandiri? Untuk jadi lebih mengerti kehidupan ini?
Yang mempengaruhi semangat kita bukanlah faktor-faktor dari luar, melainkan hatimu sendiri. Sebelum berusaha sudah dikalahkan oleh diri kita sendiri, biarpun ada banyak bantuan yang tertuju pada dirimu tetap tidak akan membantu.

Kamis, 20 Januari 2011

Apa Bersyukur harus Menunggu Kaya?


Hampir setiap satu/ dua pekan sekali saya berjalan-jalan di desa Lumpur Gresik yang sebagian besar warganya berprofesi nelayan dan mungkin lebih tepat disebut sebagai kampung nelayan, pada suatu pagi, seorang master bisnis yang sedang berlibur menghampiri kami dan beberapa nelayan yang tengah bercakap-cakap sambil membereskan hasil tangkapannya. Sang master tidak tahan untuk tidak menyapa, "Hai, kenapa kamu selesai bekerja sepagi ini?" "Saya sudah menangkap
cukup banyak ikan Pak," jawab nelayan itu, "cukup untuk dimakan sekeluarga dan masih ada sisa untuk dijual."
"Lalu, setelah ini kamu mau apa?" tanya master itu lagi. Jawab sang nelayan, "Habis ini saya mau makan siang dengan istri dan anak-anak saya, setelah itu tidur siang sebentar, lalu saya akan bermain dengan anak-anak. Setelah makan malam, saya akan ke warung, bersenda gurau sambil bermain gitar bersama teman-teman."
"Dengarkan kawan," ujar sang master, "jika kamu tetap melaut sampai sore, kamu bisa mendapat dua kali lipat hasil tangkapan. Kamu bisa menjual ikan lebih banyak, menyimpan uangnya, dan setelah sembilan bulan kamu akan mampu membeli perahu baru yang lebih besar. Lalu, kamu akan
bisa menangkap ikan empat kali lebih banyak. Coba pikir, berapa banyak uang yang bakal kamu dapat!"
Lanjut master, "Dalam satu dua tahun kamu akan bisa membeli satu kapal lagi, dan kamu bisa menggaji banyak orang. Jika kamu mengikuti konsep bisnis ini, dalam lima tahun kamu akan menjadi juragan armada nelayan yang besar. Coba bayangkan!"
"Kalau sudah sebesar itu, sebaiknya kamu memindah kantormu ke ibu kota. Beberapa tahun kemudian perusahaanmu bisa 'go public', kamu bisa jadi investor mayoritas. Dijamin, kamu akan jadi jutawan besar! Percayalah!
Aku ini guru besar di sekolah bisnis terkenal, aku ini ahlinya hal-hal beginian!"
Dengan takjub, nelayan itu mendengarkan penuturan master yang penuh semangat itu. Ketika master selesai menjelaskan, sang nelayan bertanya, "Tapi Pak master, apa yang bisa saya perbuat dengan uang sebanyak itu?"

Ups! Anehnya sang master belum memikirkan konsep bisnisnya sejauh itu.
Cepat-cepat dia mereka-reka apa yang seseorang bisa lakukan dengan uang sebanyak itu.

"Kawan! Kalau kamu jadi jutawan, kamu bisa pensiun. Ya! Pensiun dini seumur hidup! Kamu bisa membeli villa mungil di desa pantai yang indah seperti ini, dan membeli sebuah perahu untuk berwisata laut pada pagi hari. Kamu bisa makan bersama keluargamu setiap hari, bersantai-santai
tanpa khawatir apa pun. Kamu punya banyak waktu bersama anak-anakmu, dan setelah makan malam kamu bisa main gitar dengan teman-temanmu di warung. Yeaaa, dengan uang sebanyak itu, kamu bisa pensiun dan hidupmu jadi mudah!

"Tapi, Pak master, kan sekarangpun ini saya sudah bisa begitu...," lirih sang nelayan dengan lugunya.

Pesan Moral : Kenapa kita percaya bahwa kita harus bekerja begitu keras dan menjadi
kaya raya terlebih dahulu, baru kita bisa merasa berkecukupan? Apakah ada "tujuan yang lebih mulia" dari apa yang Anda lakoni saat ini? Apakah itu benar tujuan mulia atau sekadar dalih rasa takut untuk menjadi apa adanya? Untuk merasa berkecukupan, apa sekarang ini tidak bisa?


"NIKMATILAH HIDUP INI APAPUN ADANYA, kita wajib selalu BERSYUKUR KARENA NIKMAT DAN KARUNIA ALLAH"..

Rabu, 19 Januari 2011

Pada Dasarnya Kita Hanyalah Hambah


Sering kali kita berkata,
ketika orang memuji milik kita,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobil kita hanya titipan Nya,
bahwa rumah kita hanya titipan Nya,
bahwa harta kita hanya titipan Nya,
bahwa putra kita hanya titipan Nya,
tetapi,
mengapa kita tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan pada kita?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada kita?
Dan kalau bukan milik kita,
apa yang harus kita lakukan untuk milik Nya ini?
Adakah kita memiliki hak atas sesuatu yang bukan milik kita?
Mengapa hati kita justru terasa berat,
ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali,
kita sebut itu sebagai musibah,
kita sebut itu sebagai ujian,
kita sebut itu sebagai petaka,
kita sebut dengan panggilan apa saja
untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika kita berdoa,
kita minta titipan yang cocok dengan hawa nafsu kita,
kita ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
Dan kita tolak sakit,
kita tolak kemiskinan,
Seolah …
semua “derita” adalah hukuman bagi kita.
Seolah …
keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
kita rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dari kita,
dan Nikmat dunia kerap menghampiri kita.
Kita perlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan Kekasih.
Kita minta Dia membalas “perlakuan baik kita”,
dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginan kita,
Rabb,
padahal tiap hari kita ucapkan,
hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah kepadaMu Ya Rabb…

Selasa, 18 Januari 2011

Jangan Mengeluh!!!


Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat
membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang
yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si kakek berhenti
mengeluh dan mulai bersyukur.

Hal kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan
membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain
lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih
tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita.

Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di
pekarangan sendiri. Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit jiwa.
Pasien pertama sedang duduk termenung sambil menggumam, "Lulu, Lulu."
Seorang pengunjung yang keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orang
ini. Si dokter menjawab, "Orang ini jadi gila setelah cintanya ditolak oleh Lulu."
Si pengunjung manggut-manggut, tapi begitu lewat sel lain ia terkejut
melihat penghuninya terus menerus memukulkan kepalanya di tembok dan
berteriak, "Lulu, Lulu".
"Orang ini juga punya masalah dengan Lulu?" tanyanya keheranan.
Dokter kemudian menjawab, "Ya, dialah yang akhirnya menikah dengan Lulu."

Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kita miliki.
Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yang tertinggi.
Cerita terakhir adalah mengenai seorang ibu tang ditinggal mati suami dan anaknya.
Hasan bisri menuturkan ketika waktu umroh dia berjumpa dengan seorang wanita yang menampakan wajah yang cerah ceriah, kemudian hasan bisri bergumam "Betapa ceriahnya ibu ini, nampak tidak ada kegalauan dan masalah dalam hidupnya".
Kemudian terdengar oleh sang ibu, dan dihampirinya hasan bisri.
Ibu itu bertutur; Wahai saudara sesunggunya engkau tidak mengetahui apa yang baru saja aku alami, beberapa waktu yang lalu ketika suamiku menyembelih binatang qurban, dia mengajak anakku yang kedua yang sudah mulai tumbuh. Anakku memperhatikan semua prosesnya, mulai dari merobohkan sampai kemudian menyembelih leher kambing qurban.
Setelah pulang kerumah anakku tiba-tiba mengajak adiknya yang berusia 3 tahun ke belakang rumah dengan membawa pisau, dan si adik yang masih lugu itupun disuruh tidur terlentang kemudian diarahkan pisau kelehernya.
Ketika melihat adiknya mengucurkan darah segar dari lehernya dia berteriak minta tolong, bergegas aku dan suamiku menghampiri namun si adik tidak dapat tertolong dan karena ketakutan sang kakak pun berlari kearah hutan, kemudian ayahnya berlari untuk mengejar namun sampai sekarang belum juga pulang. Berita yang aku dapatkan dari penduduk sekitar mengatakan anakku di mangsa srigala dan suamiku meninggal kehausan.
Sewaktu aku membersikan darah dari si adik yang disembelih, anakku yang terakhir bangun dari tidurnya kemudian merangkak ke belakang menghampiri bejana yang terisi air mendidih, dan akhirnya menimpah sekujur tubuhnya sehingga meninggal dunia.
Ketika berita menyedihkan itu aku kabarkan ke anakku yang pertama yang sudah menikah di desa sebrang, mendadak anakku terkena serangan jantung dan meninggal pula...
Sekarang aku seorang diri didunia ini, ditinggalkan oleh keluargaku. Namun aku harus tetap bersyukur karena ketika aku mengeluh, tidak mungkin anak-anak dan suamiku dikembalikan kepadaku.
Aku diberikan kesempatan untuk bisa lebih mendekat lagi kepada Rabbku dan memohon untuk dipertemukan dengan anak-anak dan suamiku di dalam syurga-Nya kelak.

Senin, 17 Januari 2011

Cobalah Menyeimbangkan Beban Dalam Hidup



Bukan berat Beban yang membuat kita Stress, tetapi lamanya kita memikul beban tersebut. (By Stephen Covey)

Pada saat memberikan kuliah tentang Manajemen Stress, Stephen Covey mengangkat segelas air dan bertanya kepada para siswanya: "Seberapa Berat menurut anda kira segelas air ini?"

Para siswa menjawab beragam, mulai dari 200 gr sampai 500 gr. "Ini bukanlah masalah berat absolutnya, tapi tergantung berapa lama anda memegangnya." Kata Covey.
"Jika saya memegangnya selama 1 menit, tidak Ada masalah. Jika saya memegangnya selama 1 Jam, lengan kanan saya akan sakit. Dan jika saya memegangnya selama 1 Hari penuh, mungkin anda harus memanggilkan ambulans untuk saya.
Beratnya sebenarnya sama, tapi semakin lama Saya memegangnya, maka bebannya akan semakin berat."

"Jika Kita membawa beban Kita terus menerus, lambat laun Kita tidak akan mampu membawanya lagi. Beban itu akan meningkat beratnya." Lanjut Covey. "Apa yang harus Kita lakukan adalah meletakkan gelas tersebut, istirahat sejenak sebelum mengangkatnya lagi".
Kita harus meninggalkan beban Kita secara periodik, agar Kita dapat lebih segar & mampu membawanya lagi.
Jadi sebelum pulang ke rumah dari pekerjaan sore Ini, tinggalkan beban pekerjaan. Jangan bawa pulang. Beban itu dapat diambil lagi besok.
Apapun beban yang Ada dipundak anda Hari ini, coba tinggalkan sejenak jika bisa. Sehingga kita pulang ke rumah menjumpai orang – orang yang kita cintai tanpa membawa beban, dan tetap tersenyum ceriah. Mereka orang – orang yang kita cintai, anak, istri, orang tua, atau bahkan saudara kita tidak sepatutnya ikut merasakan beban yang semestinya bisa kita menej dengan baik…

Hidup ini singkat saudara, jadi cobalah menikmatinya dan Memanfaatkannya...
Hal terindah Dan terbaik di dunia ini tak dapat dilihat, atau disentuh, tapi dapat dirasakan jauh direlung hati Kita.

Jumat, 07 Januari 2011

Skala Prioritas


Suatu hari, seorang ahli 'Managemen Waktu' berbicara didepan sekelompok mahasiswa bisnis, dan ia memakai ilustrasi yg tidak akan dengan mudah dilupakan oleh para siswanya. Ketika dia berdiri dihadapan siswanya dia berkata: "Baiklah, sekarang waktunya kuis " Kemudian dia mengeluarkan toples berukuran galon yg bermulut cukup lebar, dan meletakkannya diatas meja.

Lalu ia juga mengeluarkan sekitar selusin batu berukuran segenggam tangan dan meletakkan dengan hati-hati batu-batu itu kedalam toples.

Ketika batu itu memenuhi toples sampai ke ujung atas dan tidak ada batu lagi yg muat untuk masuk kedalamnya, dia bertanya: "Apakah toples ini sudah penuh?" Semua siswanya serentak menjawab,"Sudah!? Kemudian dia berkata, Benarkah? Dia lalu meraih dari bawah meja sekeranjang kerikil. Lalu dia memasukkan kerikil-kerikil itu ke dalam toples sambil sedikit mengguncang-guncangkannya, sehingga kerikil itu mendapat tempat diantara celah-celah batu-batu itu. Lalu ia bertanya kepada siswanya sekali lagi:

"Apakah toples ini sudah penuh? Kali ini para siswanya hanya tertegun "Mungkin belum!", salah satu dari siswanya menjawab. "Bagus!" jawabnya.

Kembali dia meraih kebawah meja dan mengeluarkan sekeranjang pasir. Dia mulai memasukkan pasir itu ke dalam toples, dan pasir itu dengan mudah langsung memenuhi ruang-ruang kosong diantara kerikil dan bebatuan. Sekali lagi dia bertanya, Apakah toples ini sudah penuh? "Belum!" serentak para siswanya menjawab Sekali lagi dia berkata, "Bagus!" Lalu ia mengambil sebotol air dan mulai menyiramkan air ke dalam toples, sampai toples itu terisi penuh hingga ke ujung atas.

Lalu si Ahli Manajemen Waktu ini memandang kepada para siswanya dan bertanya: "Apakah maksud dari ilustrasi ini?" Seorang siswanya yg antusias langsung menjawab, "Maksudnya, betapapun penuhnya jadwalmu, jika kamu berusaha kamu masih dapat menyisipkan jadwal lain kedalamnya!" "Bukan!", jawab si ahli, "Bukan itu maksudnya. Sebenarnya ilustrasi ini mengajarkan kita bahwa :

JIKA BUKAN BATU BESAR YANG PERTAMA KALI KAMU MASUKKAN, MAKA KAMU TIDAK AKAN PERNAH DAPAT MEMASUKKAN BATU BESAR ITU KE DALAM TOPLES TERSEBUT. Apakah batu-batu besar dalam hidupmu? Mungkin anak-anakmu,suami/istrimu, orang-orang yg kamu sayangi,persahabatanmu, kesehatanmu, mimpi-mimpimu.

Hal-hal yg kamu anggap paling berharga dalam hidupmu. Ingatlah untuk selalu meletakkan batu-batu besar tersebut sebagai yg pertama, atau kamu tidak akan pernah punya waktu untuk memperhatikannya.

Jika kamu mendahulukan hal-hal yang kecil dalam prioritas waktumu, maka kamu hanya memenuhi hidupmu dengan hal-hal yang kecil, kamu tidak akan punya waktu untuk melakukan hal yang besar dan berharga dalam hidupmu".

Selasa, 04 Januari 2011

Berbakti Kepada Orang Tua (Inspirasi)


Suatu hari seorang sahabat saya pergi ke rumah orang jompo atau lebih terkenal dengan sebutan panti werdha bersama dengan teman-temannya. Kebiasaan ini mereka lakukan untuk lebih banyak mengenal bahwa akan lebih membahagiakan kalau kita bisa berbagi pada orang-orang yang kesepian dalam hidupnya.
Ketika teman saya sedang berbicara dengan beberapa ibu-ibu tua, tiba-tiba mata teman saya tertumpu pada seorang opa tua yang duduk menyendiri sambil menatap kedepan dengan tatapan kosong.
Lalu sang teman mencoba mendekati opa itu dan mencoba mengajaknya berbicara.
Perlahan tapi pasti sang opa akhirnya mau mengobrol dengannya sampai akhirnya si opa menceritakan kisah hidupnya.
Si opa memulai cerita tentang hidupnya sambil menghela napas panjang. Sejak masa muda saya menghabiskan waktu saya untuk terus mencari usaha yang baik untuk keluarga saya, khususnya untuk anak-anak yang sangat saya cintai. Sampai akhirnya saya mencapai puncaknya dimana kami bisa tinggal dirumah yang sangat besar dengan segala fasilitas yang sangat bagus.
Demikian pula dengan anak-anak saya, mereka semua berhasil sekolah sampai keluar negeri dengan iaya yang tidak pernah saya batasi. Akhirnya mereka semua berhasil dalam sekolah juga dalam usahanya dan juga dalam berkeluarga.
Tibalah dimana kami sebagai orangtua merasa sudah saatnya pensiun dan menuai hasil panen kami. Tiba-tiba istri tercinta saya yang selalu setia menemani saya dari sejak saya memulai kehidupan ini meninggal dunia karena sakit yang sangat mendadak. Lalu sejak kematian istri saya tinggallah saya hanya dengan para pembantu kami karena anak-anak kami semua tidak ada yang mau menemani saya karena mereka sudah mempunyai rumah yang juga besar. Hidup saya rasanya hilang, tiada lagi orang yang mau menemani saya setiap saat saya memerlukan nya.
Tidak sebulan sekali anak-anak mau menjenguk saya ataupun memberi kabar melalui telepon. Lalu tiba-tiba anak sulung saya datang dan mengatakan kalau dia akan menjual rumah karena selain tidak effisien juga toh saya dapat ikut tinggal dengannya. Dengan hati yang berbunga saya menyetujuinya karena toh saya juga tidak memerlukan rumah besar lagi tapi tanpa ada orang-orang yang saya kasihi di dalamnya. Setelah itu saya ikut dengan anak saya yang sulung.
Tapi apa yang saya dapatkan ? setiap hari mereka sibuk sendiri-sendiri dan kalaupun mereka ada di rumah tak pernah sekalipun mereka mau menyapa saya. Semua keperluan saya pembantu yang memberi. Untunglah saya selalu hidup teratur dari muda maka meskipun sudah tua saya tidak pernah sakit-sakitan.
Lalu saya tinggal dirumah anak saya yang lain. Saya berharap kalau saya akan mendapatkan sukacita idalamnya, tapi rupanya tidak. Yang lebih menyakitkan semua alat-alat untuk saya pakai mereka ganti, mereka menyediakan semua peralatan dari kayu dengan alasan untuk keselamatan saya tapi sebetulnya mereka sayang dan takut kalau saya memecahkan alat-alat mereka yang mahal-mahal itu. Setiap hari saya makan dan minum dari alat-alat kayu atau plastik yang sama dengan yang mereka sediakan untuk para pembantu dan anjing mereka. Setiap hari saya makan dan minum sambil mengucurkan airmata dan bertanya dimanakah hati nurani mereka?
Akhirnya saya tinggal dengan anak saya yang terkecil, anak yang dulu sangat saya kasihi melebihi yang lain karena dia dulu adalah seorang anak yang sangat memberikan kesukacitaan pada kami semua. Tapi apa yang saya dapatkan? Setelah beberapa lama saya tinggal disana akhirnya anak saya dan istrinya mendatangi saya lalu mengatakan bahwa mereka akan mengirim saya untuk tinggal di panti jompo dengan alasan supaya saya punya teman untuk berkumpul dan juga mereka berjanji akan selalu mengunjungi saya.
Sekarang sudah 2 tahun saya disini tapi tidak sekalipun dari mereka yang datang untuk mengunjungi saya apalagi membawakan makanan kesukaan saya. Hilanglah semua harapan saya tentang anak-anak yang saya besarkan dengan segala kasih sayang dan kucuran keringat. Saya bertanya-tanya mengana kehidupan hari tua saya demikian menyedihkan padahal saya bukanlah orangtua yang menyusahkan, semua harta saya mereka ambil. Saya hanya minta sedikit perhatian dari mereka tapi mereka sibuk dengan diri sendiri.
Kadang saya menyesali diri mengapa saya bisa mendapatkan anak-anak yang demikian buruk. Masih untung disini saya punya teman-teman dan juga kunjungan dari sahabat - sahabat yang mengasihi saya tapi tetap saya merindukan anak-anak saya.
Sejak itu sahabat saya selalu menyempatkan diri untuk datang kesana dan berbicara dengan sang opa.
Lambat laun tapi pasti kesepian di mata sang opa berganti dengan keceriaan apalagi kalau sekali-sekali teman saya membawa serta anak-anaknya untuk berkunjung.
Sampai hatikah kita membiarkan para orangtua kesepian dan menyesali hidupnya hanya karena semua kesibukan hidup kita.
Bukankah suatu haripun kita akan sama dengan mereka, tua dan kesepian ?
Ingatlah bahwa tanpa Ayah dan Ibu, kita tidak akan ada di dunia dan menjadi seperti ini.
Jika kamu masih mempunyai orang tua, bersyukurlah sebab banyak anak yatim-piatu yang merindukan kasih sayang orang tua.
Jika kamu sempat membaca berita ini berarti anda adalah orang yang beruntung karena anda kami ingatkan betapa besar jasa kedua orang tuamu. Jika kedua orang tuamu masih ada perhatikan mereka dengan baik, sebenarnya mereka hanya butuh perhatianmu…