Rabu, 30 November 2011

Doa dan Renungan


Ya Allah, Yang Maha Penyayang
Ampunilah dosa kami,
ya Allah
Dosa yang kami lakukan seperti butiran pasir di tepi lautan
Ampuni kami, ya Allah…

Rabb, inilah kami hamba-hamba pendosa
Yang sering berbuat dosa dan aniaya
Begitu banyak Engkau telah memberi nikmat,
Tetapi kami selalu lalai padaMu
Ampuni kami, ya Allah...

Oh Tuhan yang Maha Menatap
Engkau telah ciptakan mata ini untuk melihat yang hak
Untuk membaca Alquran
Namun, kami menggunakannya untuk bermaksiyat padaMu
Padahal begitu mudah bagiMu untuk membuat kami buta dalam sekejap
Ampuni kami, ya Rabb...

Duhai yang Maha Agung
Engkau telah ciptakan telinga ini untuk mendengar yang hak
Untuk mendengar pengajian, pelajaran, Alquran, zikir
Tapi, kami gunakan telinga ini untuk berbuat dosa padaMu
Padahal begitu mudah bagiMu untuk membuat kami tuli dalam sekilas
Ampuni kami, ya Rabb...

Rabb....
Engkau telah ciptakan mulut ini untuk berkata yang baik
Engkau ciptakan lisan ini untuk membaca Alquran
Tapi, kami gunakan mulut ini untuk bergibah dan memfitnah orang
Betapa sering lisan kami menyakiti perasaan orang
Dengan lisan ini juga kami sering menyakiti suami, isteri dan anak kami
Padahal begitu mudah Engkau jadikan kami bisu dalam sekejap
Ampuni kami, ya Rabb...

Wahai yang Maha Menggenggam jiwa kami,
Ampuni kedua orang tua kami
Rabb...Sayangi mereka seperti mereka menyayangi kami di waktu kecil
Betapa banyak lisan kami telah menyakiti hati orang tua kami Ya Allah
Padahal, dari air susu merekalah kami bisa seperti ini
Ampuni semua dosa mereka ya Rabb
Jika mereka sudah di alam kubur
Lapangkan kubur mereka
Angkat azab mereka
Masukkan mereka ke dalam kasihMu ya Allah
Jika mereka masih hidup
Panjangkan usia mereka untuk beribadah padaMu
Kasihi mereka ya Allah
Curahkan keberkahanMu pada mereka

Rabb…
Jadikanlah anak-anak kami, anak yang saleh
Anak yang berbakti dan berguna
Sehatkanlah badan mereka
Cerdaskanlah akal fikiran mereka
Bimbing mereka dalam sinar cahayaMu ya Allah

Rabb…
Jadikanlah isteri kami, isteri yang salehah
Isteri yang bening hatinya
Isteri yang dapat membawa ke dalam ketaatan
Isteri yang menjaga kepercayaan suami
Isteri yang dapat merawat anak-anak

Rabb…
Jadikanlah suami kami, suami yang saleh
Suami yang dapat membimbing kami dalam kebaikan
Suami yang menjadi teladan bagi kami dan anak-anak kami
Suami yang bertanggung jawab
Suami yang memberi kami harta yang halal

Rabb…Mudahkanlah urusan kami
Mudahkanlah belajar kami
Luluskanlah kami dalam ujian
Berilah pekerjaan bagi yang masih menganggur
Berilah jodoh yang baik bagi yang menantinya
Sembuhkanlah mereka yang sakit
Berilah rezeki bagi yang berhutang
Makmurkan dan sejahterakan kehidupan rakyat Indonesia
Sadarkan para pemimpinnya

Rabb...Muliakanlah kami di dunia dan di akhirat

Selasa, 22 November 2011

Mengubah Duka Menjadi Bahagia


“Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu….”(QS. Al-Baqarah: 216)

Perumpamaan

Jeruk itu terkadang asam, namun ketika ditambah gula dan sedikit es ia berubah menjadi minuman yang menyegarkan. Begitu pula orang cerdas, pintar dan bijak mampu mengubah kerugian, penderitaan, penyakit, kesedihan dan lainnya menjadi kebahagiaan dan keberuntungan. Sebaliknya orang yang tidak mau berfikir akan membuat penderitaan itu semakin besar.Jangan selalu anggap bahwa musibah yang datang itu di ANGGAP UJIAN saja, Karena biasanya dianggap sepele, Anggap saja semua musibah itu hukuman Allah kepada kita, karena pastinya kita akan selalu ber TOBAT.

Kalau Anda Terpuruk

Kalau anda terpuruk, tidak mau beranjak dari tempat anda, maka musibah itu akan semakin sakit, sakit dan sakit. Apalagi yang terus menyimpan derita nya dalam hati. Pastilah kesakitan itu membengkak, dan jangan heran hati timbul suuz zhon, penuh kebencian, semua yang dilakukan orang lain salah, banyak komplen, apapun yang dilakukan menyakitkan orang lain. Ada kemarahan dalam semua tindakan nya. Kalau sudah begini dengan apa disembuhkan ??? Tidak ada obatnya kecuali dia sendiri yang harus mengobati nya…karena tidak ada yang sayang pada diri sendiri kecuali diri kita sendiri…..

Jangan seperti orang yang mengumbar semua derita nya kepada orang lain, BAHKAN SAMPAI DITULIS DI WALL FB, setiap orang yang ditemui nya langsung di umbar semua kepedihan nya. Curhat ke ortu, kakak, adik, tetangga, mungkin saja siapa saja yang ditemui nya di FB langsung curhat. Seakan-akan dia orang paling sedih di dunia. Namun ketika senang, ketika bahagia, dia lupa bersyukur, lupa NGASIH ama ortu, nga peduli kalau orang lain butuh bantuan, lupa ngasih makanan ke tetangga...

Banyaklah Berdoa, Sedekah, Zikir, Ikhtiar

Kesedihan, kecewa dan lainya adalah kepastian Allah Swt kepada setiap manusia dan kita tidak bisa menghindarinya.Bahwa kepedihan, kesedihan, kecewa, bingung itu adalah Sunnatullah ditegaskan dalam ayat:

"Alhamdulillahhillazi azhab annal hazan.” ( QS. Fathi: 34 )

“segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita kami..”

Mungkin saja kebahagiaan itu datang ketika kita sukses melewati musibah. Dan ketika musibah, kecewa, sedih, bingung menerpa lakukan perbuatan yang positif, yang bermanfaat baik bagi diri maupun bagi yang lainnya.

1. Ketika sakit, baca Istighfar, Asmaul Husna sebanyak-banyaknya, sedekahkan juga uang anda.
2. Ketika kecewa dan sedih, solat tahajjud, baca Qur’an, belajar agama, datangi majelis taklim, ikuti kegiatan Masjid dll.

Doa Penghilang Duka

Allahumma inni audzubika minal hammi wal hazan, wa audzubika minal ajzi wal kasal, wa audzubika minal jubni wal bukhli, wa audzubika min ghalabatid dain wa qahrir rijal (HR. ABu Daud)

"Ya Allah, aku berlindung pada Mu dari rasa gelisah dan sedih, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat pengecut dan bakhil, dan dari tekanan hutang dan kesewenang-wenangan orang..."

Jumat, 04 November 2011

Manusia Lemah...


Diam

Merintih

Tertunduk

Membisu seribu bahasa

Keheningan Mencekam Jiwa

Menembus dalam Relung Sukma

Menghancurkan Seluruh Ego

Membongkar rata kedirian yang tersisa

Aku.. aku.. aku.. aku.. aku..

Siapakah aku ini..

Bisanya selalu mengaku dan mengaku

Bisanya selalu merasa dan merasa

Dengan sombong berdiri tegak seolah mampu

Dengan gagah membusungkan dada seolah kuasa

Seakan diri bisa dan merasa bisa melakukan sesuatu

Berkarya.. mencipta.. berbuat dan berusaha..

Hmm.. semua itu semu

Semua itu palsu

Semua itu bohong belaka

La hawla walla quwata illa billa

Aku ini lemah ya ALLAH…

Lemah Tiada daya dan upaya..

Bahkan untuk bergerakpun ku tiada mampu

Apalagi untuk mencipta dan berkarya..

Sungguh yaa Allaaaaaah..

Kusadari dengan sesadar sadarnya kelemahan diri ini

Semua terjadi hanya karena IZINMU yaaa ALLAAAH

Tiadalah diri ini selain Engkau yang berkehendak dan berkuasa

Tanpa semua itu adalah KEBOHONGAN BESAR

Tanpa semua itu adalah diri diri yang Tertipu

Yaaa Allaaaaah

Dalam Kelemahan ini ku terdiam Memuja KebesaranMU

Dalam Kefakiran ini ku tertunduk Membersihkan KakiMU

Dalam Kehinaan ini ku tertegun Melihat KemulianMU

Dalam Kepapaan ini ku menangis Terpesona KebesaranMU

Dalam Kegaiban ini ku hilang lenyap dalam Penyaksian..

La hawla walla quwata illa billa

Yaa Allaaaah.. inilah diriku yang sebenar benarnya

La hawla walla quwata illa billa

Yaa Allaaaah.. inilah aku.. aku.. aku..

Datang ke dunia sendiri tiada memiliki apapun dalam kelemahan..

Pulang nantipun sendiri tiada memiliki apapun dalam kelemahan..

Sesungguhnya Hidup di duniapun sendiri tiada memiliki apapun dalam kelemahan..

Mengapa.. mengapa.. begitu bodohnya aku..

Seolah hidup Kuasa dan Memiliki segalanya

Semua Duniawi tersimpan erat kuat dalam hati

Padahal HATI hanya untukmu ya ALLAH

Padahal HATI bukan untuk DUNIA

Begitu bodohnya aku selama ini ya ALLAH

Begitu Tolol tiada menyadari semua ini..

Diam

Merintih

Tertunduk

Membisu seribu bahasa

Keheningan Mencekam Jiwa

Menembus dalam Relung Sukma

Menghancurkan Seluruh Ego

Membongkar rata kedirian yang tersisa

Akhirnya kumengetahui

Akhirnya kumengerti

Akhirnya kumemahami

Akhirnya kutemukan frekwensi bathinnya

Akhirnya kutemukan frekwensi dalam Hidup yang meliputi

La hawla walla quwata illa billa

Lemah.. lemah.. semakin lemah tiada daya dan upaya

Lenyap.. lenyap.. akhirnya lenyap.. dan lenyaaaap

Hilang semua hanyalah sebuah KETIADAAN yang ABADI..

Kamis, 13 Oktober 2011

Malu Bagian Dari Iman



“Bila Allah hendak membinasakan seorang hamba, Dia akan mencabut rasa malunya darinya. Bila rasa malu ini sudah dicabut, kau akan melihatnya dibenci dan di jauhi orang-orang. Apabila kaulihat ia dibenci dan dijauhi, dicabutlah sikap amanah darinya. Bila Amanah itu sudah dicabut, kau akan lihat dia menjadi khianat dan pengkhianat. Jika ia dianggap khianat dan pengkhianat, dicabutlah rasa kasih sayang darinya. Bila rasa kasih sayang itu sudah dicabut, kau akan lihat dia menjadi penjahat dan terlaknat. Apabila ia sudah jadi penjahat dan terlaknat, dicabutlah Islam darinya. (HR. Ibnu Majah)


Merinding Nggak Baca Hadist Diatas…??
Coba kita resapi hadist diatas, betapa dengan gamblang kekasih kita Rasulullah Saw memaparkan keadaan seseorang hanya dari satu sifat saja. Yaitu hilangnya rasa malu..!! Hanya karena tidak malu..atau malu-maluin diri sendiri, berakibat datangnya, nestapa, khianat, jadi penjahat, hilang amanah, dijauhi orang,dibenci dan seabreg keburukan lainnya.

Loh saya juga pemalu kok..!! nanti dulu harus kita bedakan mana namanya pemalu dan namanya MALU menurut syariat..lantas apa BEDANYA DOUUNNKK..
Tetapi membahas rasa malu yang kita kenal seharian akan terlalu panjang, mari kita cerita saja seputar RASA MALU yang dimaksud dalam hadist-hadist Nabi Saw.

Hilang Rasa Malu, Maka Kalbu Akan Mati .!!
Kaitan antara kalbu dan rasa malu sangatlah kuat, jika kalbu ini sudah dan bahkan sering diisi oleh nutrisi Iman, ilmu syariat dan lainnya pasti rasa malunya pun akan bertambah. Namun kebalikannya jika hati ini tidak pernah diisi dengan iman yang segar, cuman dibiarkan begitu saja, solatnya pun dari dulu gitu-gitu saja, baca Qur’an nya pun dari dulu cuman begitu saja, sedekah nya pun dari dulu cuman segitu-gitu aja, Alias tidak ada perubahan yang signifikan mungkinkah akan bertambah rasa malunya??
Kalau kalbu sudah dibiarkan terbengkalai, maka dipastikan lambat laun KALBU nya padam, sirna dan pastilah kalbunya tidak akan pernah menerangi akal dan raganya.
Kalau sudah begini:
Sudah tidak malu berbuat perbuatan tercela
menganggap sepele maksiat malah senang membicarkannya bahkan di awar2 ke orang lain
Antara dosa dan pahala nga ada bedanya
Kalau ada nikmat tidak bersyukur, kalau banyak kecewa bilang ke sana kemari hidup tuh ngak Adil
Senang melakukan keburukan, ejek sana, menghina disini. Apapun yang ditulisnya membuat orang sakit hati, apapun yang dikatakannya membuat orang benci
Ngak malu pada umurnya, semakin bertambah usia harusnya lebih banyak belajar agama
Tidak malu bahwa ibadahnya tidak berkualitas padahal bisa lebih jika berusaha
Tidak malu tidak pakai jilbab
Tidak punya rasa ingin lebih baik ibadahnya dari yang kemarin
Tidak malu sampai sebesar ini belum juga berbakti kepada Orang tua
Ngak malu dosa dah segudang tapi tidak tobat juga
Ngak malu terus-terusan minta bahagia, sukses tapi lupa dengan orang miskin, anak yatim
Ngak malu bisa hanging out ke mall, ke resto baru padahal nun jauh disana banyak anak yatim cuman makan combro…
Dan seterusnya

Loh Kok Bisa Begitu…?
Cuma perhatikan, kata HAYA (yang berarti MALU) diambil dari kata HAYAH (kehidupan) jadi seakan-akan rasa malu itu akan membuat kalbu seseorang itu hidup, membuat kalbu seseorang itu terus mencari jati diri. Maka pantas sekali jika rasa malu itu bagian dari Iman, sebagaimana kekasih kita Rasulullah Saw menegaskan:

Malu dan Iman saling berkaitan, jika salah satunya terangkat maka yang lainnya pun terangkat (HR. Hakim)

Malu itu bagian dari Iman, dan Iman tempatnya di surga. Sementara keburukan bagian dari hati yang sesat. Dan hati yang sesat tempatnya di neraka (HR. Tirmizi)

Ini Dia Nasihat Dari Seorang Celeb Surga
Ibrahim bin Adham, seorang Soleh, seorang celeb surgawi yang pantas kita dengar nasehatnya ketika ia ditanya tentang orang yang suka maksiat:
Jika kau mau maksiat, jangan maksiat di Bumi Allah
Jika kau mau maksiat, jangan makan rezeki Allah
Jika kau mau maksiat, jangan sampai terlihat oleh Allah
Jika datang malaikat maut menjemput, bilang saja tunggu dulu aku mau tobat dulu

Jadi Gemana Solusinya Douunkk…??
Hadirkan dalam hati rasa malu ini:

Malu Karena Sering banget Berbuat Dosa:
Jangan pernah menghitung ibadah kita, karena jika kita hitung pasti akan merasa sudah cukup, Anggap ibadah kita kecil dan tidak berarti, kalau sudah begini pasti ada keinginan untuk beribadah lebih banyak dan lebih baik. Coba banyangkan sekali saja sholat wajib, tiba-tiba kita ber ghibah (membicarakan keburukan orang lain) bukankah pahala solat itu hilang tidak berbekas? Jadi apa yang tersisa????

Malu Karena Lalai
Coba setiap doa yang kita panjatkan biasanya berkisar akan keinginan dan harapan kita yang belum wujud. Namun lupa bersyukur, lupa tahajud, lupa bakti ma ortu, lupa zakat, lupa sedekah, lupa ke pengajian, lupa membesarkan agama Allah dan sederet lupa lainnya.

Malu Karena Cinta
Lah aku juga punya pacar kok..aku cinta…wow..bukan itu maksudnya..pacaran malah menambah dosa, seindah apapun yang dirasakan. Malu karena cinta itu karena kita merasa kita cinta pada Allah dan Rasul, tapi kenyataanya emang kagak cinta karena:
Kalau cinta Allah kenapa tidak pernah membanyakan Asma Allah, padahal kalau cinta ke pacar, setiap detik,setiap saat selalu teringat..
Kalau cinta Allah kenapa susah sekali belajar Al-Qur’an, datang ke pengajian, ngak pernah membesarkan agama Allah.
Kalau cinta Nabi kenapa banyak sunnah-sunnah nya ditinggalkan? Wudhu aja kagak pernah belajar gimana yang benar, apalagi cara solat, bersiwak, cara tidur, cara makan dll
Kalau cinta Nabi? Apa punya buku sejarah Nabi di rumah kita?

Malu Karena Nikmat
Kalau merasa banyak nikmat Allah yang dirasakan, kenapa harus sedih, kenapa nga banyakin ibadah nya, kenapa susah disuruh dalam taat ???

Karena terlalu panjang cukup sekian

Semoga bermanfaat

Kamis, 15 September 2011

Taujih Ust Anis Matta (Silaturahim di GOR Bandung)

Mengambil keputusan besar seperti pernikahan butuh keberanian. Kita butuh keberanian seperti itu.
Shalat, zakat dan haji adalah ibadah bil fi'li (melakukan sesuatu). Shaum itu ibadah bil kaffi (menahan diri/tdk melakukan sesuatu).
Di Mekah dapat intimidasi, tapi perintahnya spy bertahan dan bersabar, di Madinah mulai diizinkan melakukan perlawanan
Modal utama kita dalam membangun peradaban adalah al quwwah ar ruhiyyah (kekuatan spiritualitas) Ciri peradaban naik adalah aqlaniyyah (rasionalitas). Dengan rasionalitas, produktifitas lebih besar (minimal sama) dari sumber daya
Ciri peradaban turun adalah syahwat dominan, maka dampaknya kehidupan hedonisme. Produktifitas lebih kecil dari sumber daya yg ada
Saat kaum muslimin bangkit, saat itu mereka tdk punya apa2. Tapi dibantai tartar saat kaum muslimin memiliki semua sumber daya
Dimanakah grafik peradaban islam? Peradaban islam sedang naik, peradaban yang lain sedang turun
Kalau sekarang kita harus bekerja tanpa sumber daya yang cukup, ketahuilah itu indikator peradaban sedang naik
Saat dakwah ini mulai tampil terbuka dalam bentuk hizb, kita tidak memiliki sumber daya yg banyak
Sumber daya itu sekunder. Ia akan mengikuti ideologi. Ketika ideologi diikuti follower yg fanatik, maka sumber daya akan mengikuti
Kita mulai dari nol membuat hizb dengan sumber daya yang terbatas. Alhamdulillah produktifitas luar biasa Jihad itu adalah manhajul hayat. Sebelum berupa perang, jihad itu adalah kerja keras, kemudian baru berkorban harta dan nyawa
Yang penting adalah semua sumber daya (diri, harta, nyawa) kita kerahkan sehingga kita produktif. Itu juga jihad
Jika DPR&Pemerintah buat UU wajib puasa 30 hari dalam 1 tahun. Kira2 akan diikuti gak? Enggak! Bgm kalau dijaga polisi setiap hari?
Tapi kemarin ada 1,5 milyar orang puasa dg sukarela. Tidak ada yg kontrol. Intinya agama punya wibawa lebih besar dari wibawa negara Negara dari dulu datang& pergi. Agama dari dulu tumbuh terus. Saat Rasul hijrah dg 200 org muhajirin, 70 org Anshor, 85 di Etiophia
Kini menurut data wikileaks, Jumlah muslim sekitar 1,9 milyar (sekitar 1/5 penduduk dunia). Diprediksi sebentar lg 1/4 dunia Rasulullah sudah wafat, tapi followernya nambah terus. Kalau twitter, mungkinkah nambah terus follower jika orangnya check out?
Rasul brsabda Romawi Barat (Vatikan) &Romawi Timur (Konstantinopel) akan dikuasai kaum muslimin. Mana yg lebih dulu? Konstantinopel!
Konstantinopel ditaklukkan sekitar 7-8 abad kemudian. Kini jarak waktunya sudah hampir sama utk takluknya yg satu lg
Yusuf Qardhawi: "Kalau dulu Konstantinopel kita taklukkan dg pedang, insya Allah Roma akan takluk dg lisan dan pena kaum muslimin"
Ahli ekonomi Amerika menyatakan bahwa kemunduran ekonomi penyebab utamanya demografi karena mereka zero growth.
Sepuluh tahun lagi piramida demografi Indonesia akan ideal. Dan insya Allah itu sama dg usia pertumbuhan aktifis dakwah jamaah ini
Agama& negara berbeda dalam mengelola manusia. Negara mendekati manusia dengan pendekatan mesin. Kalau agama yg yg dibangun manusianya
Negara seperti membangun pagar dulu, rumahnya terserah seperti apa. Kalau agama, membangun rumah dulu (manusianya).
Makanya ketika di Makkah tdk ada ayat2 hukum pemerintahan dll, umumnya ayat-ayat pembangunan akidah dan ibadah utk membangun manusia
Kita semakin yakin bahwa ajaran agama yg kita dakwahkan ini sesuai dg isyarat kebangkitan sebuah peradaban Selama ini kita dibuat tegang brhubungan dg negara. Spt upacara detik2 proklamasi. Semua org Ind tegang, tapi dubes2 banyak yg foto2
Spt ada org yg datang utk ketemu Umar dg tegang krn Umar penakluk Romawi & Persia. Ternyata Umar sdg tidur di masjid tanpa pengawal, Umar tidak menciptakan ketegangan dlm berhubungan dg negara, tapi dia melaksanakan tugas inti negara dg cara yg sederhana
Negara dan keluarga bedanya cuma skala. Kalau keluarga anggotanya 10, negara anggotanya jutaan. Tapi inti pengelolaannya sama
Mengelola negara itu masalah intinya pada self confidence. Bilal bin Rabbah mantan budak jadi Gubernur Syiria, berhasil!

Baitul Mal baru ada zaman Umar ikuti Persia, krn zaman Rasul &Abu Bakar tiada saldo. Zaman Umar ada saldo, baru mikir bgm kelolanya Itu ilmu ketemu di jalan. Wattaqulloha yu'allimukumuLlah... Kalau kita tidak jalan dan bergerak, kita tidak akan dapat ilmu..
Ada satu masa ketika agama jalan tanpa negara. Ada juga suatu masa ketika negara jalan tanpa agama
Negara itu blank spot yang bisa diisi oleh ideologi apa saja. Bisa kapitalis, sosialis, atau islam!
Kata Ibnu khaldun, "Semakin banyak orang jahat, maka semakin diperlukan negara"
Zaman Rasul dlm 10 thn hanya ada 1 kasus zina, itu jg eksekusi ditunda 2thn 9bln. Bgm dgn 65000 kasus di KPK. 170-an yg ditangani
Masukkan mind-set jihad dlm diri apapun yg kita lakukan. Intinya adalah menghubungkan sumberdaya dg pencapaian tujuan kita
Ketika kaum muslimin berhenti berjihad (dalam semua aspek kehidupan), pasti dia miskin :)

Kamis, 08 September 2011

Kerja Untuk Perubahan Masyarakat



Oleh Ust. Rahmat Abdullah

Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah, 9: 105)

Kecenderungan sufi murung, sudah nampak sejak zaman Rasulullah SAW, namun selalu mendapat koreksi dari beliau. Suatu masa dalam suatu perjalanan pasukan kecil beliau, seorang mujahid terpesona oleh keindahan wahah (oase) di tengah padang pasir dengan rumpun kurma, sebongkah lahan produktif dan sumber air yang cukup untuk seumur hidup.

Oh, alangkah nikmatnya bila aku tinggal di sini, beribadah kepada Allah dan tidak perlu lagi kembali ke Madinah, sehingga aku bebas dari gangguan masyarakat atau mengganggu mereka. Rasulullah SAW segera mengoreksi : "Jangan lakukan hal itu, karena kedudukan kalian di jalan Allah sehari saja, menandingi 70 tahun tinggal dan beribadah di sini.”

Hari ini ribuan surat kabar, radio dan televisi dunia bekerjasama di berbagai kawasan untuk menyebarkan fasad (kerusakan). Menyedihkakan nasib si miskin, yang mampu beli TV, tetapi tak bisa makan. Hati mereka dibunuh sebelum jasad mereka dihancurkan senjata pamungkas. Kemana ribuan kader yang hanya menggerutu tanpa berbuat apapun kecuali gerutu? Apakah masyarakat dapat berubah dengan gunjingan dari mimbar masjid?

Hari ini rumah umat kebakaran, tidakkah setiap orang patut memberi bantuan memadamkan api walaupun hanya dengan segelas air, dengan pulsa, perangko dan kertas surat yang dikirimkan kepada pedagang kerusakan dan menegaskan pengingkarannya terhadap ulah mereka yang sangat menyengsarakan masyarakat dengan siaran dan penerbitan fasad, sebelum mereka mengirim darah dan nyawa mereka kesana ketika usaha santun tak lagi membawa hasil?

Banyak upaya dilakukan. Sebagian menyentuh kulit tanpa isi. Sebagian memaksakan pekerjaan berpuluh tahun dalam waktu sekejab mata. Sebagian membangun simbol-simbol tanpa peduli substansi dan tujuan untuk apa wahyu diturunkan. Mereka yang senantiasa tadabur Al Qur’an akan melihat keajaiban ungkapan. Ketika Allah mengisahkan kedunguan ahli kitab yang bangga dengan status zahir mereka, Ia menyebutkan :

“Mereka mengatakan, takkan masuk surga kecuali (yang berstatus) Yahudi atau Nasrani. Itulah angan-anagan mereka”.

Dan ketika Ia mengisahkan sikap keberagaman kaum beriman, disebutnya prestasi mereka :

“Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah seraya berbuat ihsan, maka baginya ganjarannya di sisi Tuhannya dan tiada ketakutan atas mereka, tiada pula mereka akan bersedih” (QS Al Baqarah:111-112)

Banyak orang mengandalkan nisbah diri dengan nama besar suatu organisasi atau jama’ah, berbangga dengan kepemimpinan tokoh perubah sejarah, namun sayang mereka tak pernah merasa defisit, padahal sama sekali tidak meneladani keutamaan mereka.” Barangsiapa lambat amalnya, tidak akan menjadi cepat karena nasabnya” (HR. Muslim)

Sabtu, 25 Juni 2011

Meningkatkan Kapasitas Pribadi dalam Amal Jama'i


"Demikianlah ciri kader PKS (tulisan aslinya PK), dimanapun dia berada terus-menerus memberi makna kehidupan. Seperti sejarah da'wah ini, tumbuh dari seseorang, dua orang kemudian menjadi beribu-ribu atau berjuta-juta orang."

Dalam satu kesatuan amal jamai ada orang yang mendapatkan nilai tinggi karena ia betul-betul sesuai dengan tuntutan dan adab amal jamai. Kejujuran, kesuburan, kejernihan dan kehangatan ukhuwahnya betul-betul terasa. Keberadaannya menggairahkan dan menentramkan. Namun perlu diingat, walaupun telah bekerja dalam jaringan amal jama'i, namun pertanggungjawaban amal kita akan dilakukan dihadapan Allah SWT secara sendiri-sendiri.

Karenanya jangan ada kader yang mengandalakan kumpulan-kumpulan besar tanpa berusaha meningkatkan kualitas dirinya. Ingat suatu pesan Rasulullah SAW : Man abtha a bihi amaluhu lam yusri bihi nasabuhu (Siapa yang lamban beramal tidak akan dipercepat oleh nasabnya).

Makna Tarbiyah itu sendiri adalah mengharuskan seseorang lebih berdaya, bukan terus-menerus menempel dan tergantung pada orang lain. Meskipun kebersamaan itu merupakan sesuatu yang baik tapi ada saatnya kita tidak dapat bersama, demikian sunnahnya. Sebab kalau mau, para Sahabat Rasulullah SAW bisa saja menetap dan wafat di Madinah, atau terus-menerus tinggal ber-mulazamah tinggal di Masjidil Haram yang nilainya sekian ratus ribu atau di Masjid Nabawi yang pahalanya sekian ribu kali. Tapi mengapa makam para Sahabat tidak banyak berada di Baqi atau di Mala, tetapi makam mereka banyak bertebaran jauh, beribu-ribu mil dari negeri mereka.

Sesungguhnya mereka mengutamakan adanya makna diri mereka sebagai perwujudan firman-Nya : Wal takum minkum ummatuy yad'una ilal khair. Atau dalam firman-Nya : Kuntum khaira ummatin ukhrijat linnaas (QS : Ali imran : 110). Ummat yang baik tidak untuk disembunyikan tetapi untuk ditampilkan kepada seluruh ummat manusia. Inilah sesuatu yang perlu kita jaga dan perhatikan. Kita semua beramal tapi tidak larut dalam kesendirian. Hendaklah ketika sendiri kita selalu mendapat cahaya dan menjadi cahaya yang menyinari lingkungan sekitarnya.

Jangan lagi ada kader yang mengatakan, saya jadi buruk begini karena lingkungan. Mengapa tidak berkata sebaliknya, karena lingkungan seperti itu, saya harus mempengaruhi lingkungan itu dengan pengaruh yang ada pada diri saya. Seharusnya dimanapun dia berada ia harus berusaha membuat kawasan-kawasan kebaikan, kawasan cahaya, kawasan ilmu, kawasan akhlaq, kawasan taqwa, kawasan al haq, setelah kawasan-kawasan tadi menjadi sempit dan gelap oleh kawasan-kawasan jahiliyah, kezhaliman, kebodohan dan hawa nafsu.

Demikianlah ciri kader PKS (tulisan aslinya PK), dimanapun dia berada terus-menerus memberi makna kehidupan. Seperti sejarah da'wah ini, tumbuh dari seseorang, dua orang kemudian menjadi beribu-ribu atau berjuta-juta orang.

Sangat indah ungkapan Imam Syahid Hasan Al Banna, Antum ruhun jadidah tasri fi jasadil ummah. Kamu adalah ruh baru, kamu adalah jiwa baru yang mengalir di tubuh ummat, yang menghidupkan tubuh yang mati itu dengan Al Qur'an. Jangan ada sesudah ini, kader yang hanya mengandalkan kerumunan besar untuk merasakan eksistensi dirinya.

Tapi, dimanapun dia berada ia tetap merasakan sebagai hamba Allah SWT., ia harus memiliki kesadaran untuk menjaga dirinya dan taqwanya kepada Allah SWT., baik dalam keadaan sendiri maupun dalam keadaan terlihat orang. Kemanapun pergi, ia tak merasa kesunyian, tersudut atau terasing karena Allah senantiasa bersamanya. Bahkan ia dapatkan kebersamaan Rasul-Nya, ummat dan alam semesta senantiasa.

Kehebatan Namrud bagi nabi Ibrahim AS tidak ada artinya, tidaklah sendirian. Allah bersamanya dan alam semesta selalu bersamanya. Api yang berkobar-kobar yang dinyalakan Namrud untuk membinasakan dirinya, ternyata satu korps denganya dalam menunaikan tugas pengabdian kepada Allah. Alih-alih dari menghanguskanya, justeru malah menjadi bardan wa salaman (penyejuk dan penyelamat).

Karena itu, kader sejati yakni bahwa Allah SWT akan senantiasa membuka jalan bagi pejuang da'wah sesuai denga janji-Nya, intanshurullah yan shurkum wa yutsabbit aqdamakum (jika kamu menolong Allah, Ia pasti menolongmu dan mengokohkan langkahmu).

Semoga para kader mendapatkan perlindungan dan bimbingan dari Allah SWT di tengah derasnya arus dan badai perusakan ummat. Kita harus yakin sepenuhnya akan pertolongan Allah SWT dan bukan yakin dan percaya pada diri sendiri. Masukkan diri dalam benteng-benteng kekuatan usrah atau halaqah tempat junud da'wah melingkar dalam satu benteng perlindungan, menghimpun bekal dan amunisi untuk terjun ke arena pertarungan haq dan bathil yang berat dan menuntut pengorbanan.

Disanalah kita mentarbiyah diri sendiri dan generasi mendatang. Inilah sebagian pelipur kesediahan ummat yang berkepanjangan, dengan munculnya generasi baru. Generasi yang siap memikul beban da'wah dan menegakkan islam. Inilah harapan baru bagi masa depan yang lebih gemilang, dibawah naungan Al Qur'an dan cahaya islam rahmatan lil alamin.

oleh syaikhut tarbiyyah, Ust. Rahmat Abdullah

Jumat, 17 Juni 2011

AKP Kembali Menang, Berambisi Jadi Corong Islam


Partai Keadilan dan Pembangunan, AKP, yang menyokong kepemimpinan PM Recep Tayip Erdogan hampir dipastikan memenangi pemilihan umum di Turki. Sejumlah media lokal menyebutkan penghitungan surat suara yang telah mencapai 99% menunjukan AKP berhasil meraih 50% suara yang masuk.
AKP hanya membutuhkan sekitar 41 kursi lagi untuk bisa menguasai dua pertiga parlemen. Dengan suara mayoritas seperti itu maka AKP bisa mengamandemen konstitusi secara sepihak.
Dalam pidato kemenangannya, Erdogan mengatakan partainya akan mendiskusikan konstitusi baru dengan partai oposisi.
"Masyarakat telah memberikan kita pesan untuk membangun sebuah konstitusi baru melalui konsensus dan negosiasi," kata Erdogan kepada pendukungnya di Ankara.
Proyek besar
"Masyarakat telah memberikan kita pesan untuk membangun sebuah konstitusi baru melalui konsensus dan negosiasi."
Dalam pemilu kali ini AKP unggul atas partai sekuler, Partai Rakyat Republik, CHP, yang mendapatkan 26% suara dan partai kelompok kanan, Partai Pergerakan Nasional, MHP, yang hanya merebut 13% suara.
Kemenangan AKP -yang merupakan partai berbasis Islam dalam pemilu kali ini- tidak bisa dilepaskan dari sejumlah pencapaian pemerintahan pimpinan Erdogan.
Saat AKP berkuasa, Turki berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dan menelurkan kebijakan luar negeri yang lebih tegas.
Selain itu saat berada dibawah kekuasaan AKP, Turki juga berhasil menurunkan angka penggangguran hingga lebih dari 3% dalam setahun.
Dalam kampanye pemilunya mereka juga mendengungkan sejumlah proyek besar yang ambisius.
Beberapa proyek itu adalah pembangunan kanal dari Laut Hitam ke Aegea, sebuah kota baru di luar Istanbul, dan juga pembangunan jembatan, bandara dan rumah sakit baru.
Corong Islam Timur Tengah
Selain berjanji akan membangun sebuah konsitusi yang akan memeluk seluruh partai dan lapisan masyarakat.
Dia juga memberi signal bahwa Turki mempunyai ambisi untuk menjadi corong timur-tengah dan kaum Islam di dunia barat, dan mengatakan kemenangannya akan menguntungkan Bosnia, Libanon, Suriah, dan Palestina.
"Percayalah, Sarajevo juga telah menang seiring dengan Istanbul, begitu bula Beirut dan Izmir, Damaskus, dan Ankara, lalu Ramallah, Nablus, Jenin dan Tepi Barat dan Yerusalem menang bersama Diyarbakir," ujar Erdogan yang menyebut kota-kota di Turki dan menyandingkannya dengan kota-kota Islam di Timur Tengah.
Lebih dari 50 juta orang -atau sekitar 2/3 dari total rakyat Turki sebanyak 73 juta orang- terdaftar untuk ikut pemilu hari Ahad kemarin.
Diperkirakan persentase orang yang ambil bagian adalah sekitar 84,5%.
Kemenangan AKP -yang merupakan partai berbasis Islam dalam pemilu kali ini- tidak bisa dilepaskan dari sejumlah pencapaian pemerintahan pimpinan Erdogan.
Saat AKP berkuasa, Turki berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dan menelurkan kebijakan luar negeri yang lebih tegas.
Selain itu saat berada dibawah kekuasaan AKP, Turki juga berhasil menurunkan angka penggangguran hingga lebih dari 3% dalam setahun.*

Sumber : bbc

Kamis, 16 Juni 2011

Generasi Kuat dengan Syahadat


BESAR kecilnya tanggungjawab seseorang menjadi tanda kualitas syahadatnya, yang dapat diukur pada caranya memanfaatkan waktu. Seorang yang berkualitas selalu berusaha menumbuhsuburkan bibit syahadatnya agar dapat terus ditingkatkan lebih tinggi lagi.

Tiada waktu tanpa peningkatan kualitas syahadat. Tiada program kecuali peningkatan iman. Tidak mati kecuali dalam puncak jenjang syahadat, pasrah diri kepada Tuhan.

"Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah engkau mati kecuali dalam Islam." (Q.S. Ali Imran : 102).

Rute perjalanan yang harus dilalui untuk membuktikan syahadat bisa dikatakan singkat, bisa juga panjang. Hal tersebut tergantung pada kadar mujahadah, dukungan ibadah dan ukuran besar kecilnya tanggungjawab yang dipikul.

Namun demikian, dibalik perbedaan jauh rute itu, ada kesamaan irama dan ritme perjalanan. Jurang yang terjal, tebing yang tinngi pasti ditemukan dalam perjalanan.
Bahkan dengan tegas Allah merinci tikungan-tikungan tajam yang akan dilewati dalam perjalanan proses uji coba penentuan peringkat kadar kualitas syahadat dengan firman-Nya:

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang yang beriman bersamanya : 'Bilakah datangnya pertolongan Allah ?'. Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (Q.S. Al-Baqarah : 214).

Ada tiga tebing tinggi dan jurang terjal yang harus dilewati sebelum seseorang sampai ke titik kenikmatan yang dijanjikan oleh Allah. Baik kenikmatan dunia apalagi yang di akhirat.

Ketiga tebing dan jurang tersebut dialami oleh semua orang yang ingin menikmati surga, tak terkecuali Nabi dan Rasul Allah.

Sudah merupakan garis ketentuan Allah, atau sudah menjadi sunnatullah, hukum alam yang sudah pasti, bahwa untuk mencapai keadaan yang ideal diperlukan proses yang tidak ringan.

"Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang terdahulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah." (Q.S. Al-Ahzab : 62).

Andaikan para Nabi dan Rasul mengetahui jalan mulus menuju surga tanpa mengalami hambatan dan rintangan yang serba menyulitkan, tanpa malapetaka dan ujian, tanpa kesengsaraan dan kemiskinan, maka mereka tentu akan memilih jalan itu. Akan tetapi kenyataannya tidak begitu.

Semua Nabi dan Rasul mengalami nasib yang sama, menempuh rute perjalanan dengan ritme dan irama yang sama. Mereka menderita, selalu ditimpa malapetaka, ditimpa kemelaratan yang tiada tara, juga dihantui oleh perasaan yang serba takut.

Hanya imanlah yang memberikan kemampuan pada mereka untuk tetap berjalan dalam rel yang sudah ditentukan.
Bukan hanya itu, segala cobaan yang datangnya dari Allah mampu dimanfaatkan untuk mempertebal keimanan, bukan sebaliknya melemahkan iman.

Syahadat memang memerlukan proses pembajaan. Dan proses pembajaan yang baik hanyalah melewati berbagai kesulitan, karena sesudah kesulitan itulah akan muncul kemudahan. "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan." (Q.S. Al-Insyirah : 5-6).

Bila Malapetaka Datang
Malapetaka merupakan suatu kondisi yang sangat tidak menyenangkan, datang dengan tiba-tiba di luar perkiraan, dan tanpa persiapan sama sekali. Bila kurang waspada keadaan tersebut bisa berakibat sangat fatal. Bisa jadi peristiwa yang tiba-tiba itu membuat gairah jihad berkurang, ghirrah dan semangat juang menurun tajam.

Bahkan kadang begitu emosional menuduh dan mencap banyak pihak sebagai biang keladinya. Atau sebaliknya, menganggap hal tersebut sebagai taqdir yang wajar-wajar saja, tidak perlu dicari hikmah dan maknanya. Sangat disayangkan bila kondisi seperti itu tidak dimanfaatkan untuk meraih berbagai keuntungan.

Petaka yang menimpa kaum muslimin sebenarnya hanyalah ujian atau mungkin peringatan karena kasih sayang Tuhan. Bagi seorang pejuang kondisi seperti ini dapat dimanfaatkan minimal untuk konsolidasi organisasi, pengkristalan kekuatan, dan penyusunan ulang barisan yang lebih rapi, serta upaya koreksi ke dalam untuk perbaikan kebijaksanaan di masa mendatang.

Peristiwa itu patut dijadikan sebagai sentakan teguran, untuk terciptanya semangat dan motivasi baru yang lebih merangsang, lebih mendorong berbuat yang lebih baik.
Karena datangnya serba mendadak, wajar kalau membuat suatu kegoncangan. Nabi sendiri mengalami peristiwa itu.
Ketika kaum musyrikin Quraisy mencapai puncak kemarahannya, ketika Nabi menggantungkan diri pada perlindungan paman dan isterinya, pada saat itu keduanya diambil oleh Allah, mati. Saat itu jiwa Nabi betul-betul terguncang, sehingga tersebut tahun itu sebagai 'Amul Khuzn', tahun duka.

Boleh-boleh saja kita oleng karena badai dan ombak mengamuk begitu kuat. Tapi bagaimanapun kita tiak boleh sampai tersungkur jatuh atau kembali ke tepian. Di sinilah diperlukan seorang nahkoda yang cukup lihai mengemudikan kapal. Dibutuhkan seni kepemimpinan yang cukup handal.

Peristiwa seperti ini tak bisa dihindari. Pasti akan dialami oleh setiap orang yang hendak meningkatkan kualitas syahadatnya. Utamanya mereka yang menjadi pioner dan perintis perjuangan.

Dengan demikian harus disiapsiagakan diri menerima kemungkinan tersebut sebagai sesuatu yang bisa memberi manfaat bila diupayakan dengan baik. Sebab ia juga sekaligus berfungsi sebagai proses pematangan syahadat.
Melalui peristiwa ini akan terseleksi apakah mereka masih bersangka baik kepada Allah SWT, atau malah menuduh Allah dengan berbagai macam dakwaan?
Kematian kedua tumpuan Nabi, paman sekaligus isteri beliau secara beruntun adalah teguran dan peringatan Allah bahwa tak sepatutnya beliau bergantung pada keduanya.

Peristiwa itu sesungguhnya pelajaran bagi Nabi bahwa hanya Allah yang dapat melindungi dirinya, bukan karena kepiawaian pamannya, juga bukan karena kebangsawanan isterinya.

Melalui peristiwa pahit ini kita rasakan sendiri peringkat kadar kualitas syahadat yang kita miliki. Justru pada saat malapetaka itu datang, betapapun kecilnya, saat itulah kita bisa melakukan evaluasi. Itu tidak berarti kita kemudian mencari-cari malapetaka, sebab kalau demikian maknanya bisa lain, dan hasinyapun juga berbeda. Merencanakan serta mengundang malapetaka bisa bermakna menganiaya diri sendiri.

"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (Q.S. Al-Baqarah : 195).

Keberhasilan untuk tetap stabil dan normal di dalam menerima sentakan yang seperti itu adalah wujud kemampuan memperlihatkan mutu kadar kualitas syahadat.
Perlu keluwesan untuk tidak terlalu kaku memahami ungkapan ini, sebab bisa saja malapetaka tersebut sifatnya tidak langsung.

Mungkin saja berbentuk kegagalan secara total beberapa target yang serius dikejar, atau kemacetan urusan setelah menelan tidak sedikit biaya dan tenaga, atau berupa peristiwa yang mengganggu serta merusak program yang sementara berjalan dengan baik.

Perlu diingat, malapetaka itu bentuknya sentakan, tidak terus-menerus. Peristiwa ini sesungguhnya hanya bersifat teguran peringatan, atau uji coba penjajakan, disamping upaya pemantapan syahadat. Sejauh mana seseorang itu bisa berprasangka baik kepada Allah SWT.

Itulah sebabnya terkadang terasa timbangannya demikian berat, sehingga seseorang dibuatnya kehilangan kendali. Peristiwanya bisa saja sejenak, tetapi pengaruh dan dampaknya yang lama dan berlarut-larut. Kalau kurang kontrol bisa mengundang malapetaka baru yang berkelanjutan.

Padahal andaikan kita mampu memahami apa arti setiap malapetaka yang datang, bisa saja malapetaka itu dijinakkan dan ditekan efeknya seminimal mungkin, sehingga tetap bisa dipetik manfaatnya.

Yang pasti, malapetaka ini sulit untuk dihindari sama sekali, sebab sudah semacam keharusan yang mengiringi keberadaan syahadat. Selama irama dan ritme perjalanannya mengarah ke depan, menuju sasaran dermaga yang telah ditentukan, bagaimanapun hati-hatinya pasti akan berhadapan dengan batu karang yang menghadang. Bertemu dengan ombak dan gelombang yang mengganggu, serta angin topan yang mengancam.

Beberapa kemungkinan bisa terjadi, entah kemudi yang patah, layar yang robek, petugas yang lalai, peralatan yang jatuh, perbekalan yang habis, atau kerusakan-kerusakan yang lain. Adanya persiapan menghadapi kemungkinan itu tentu akan menghasilkan akibat yang sangat berbeda dibanding tanpa persiapan sama sekali.
Ketiadaan persiapan akan menjadikan kepanikan dan kalang kabut begitu malapetaka datang. Akibatnya petaka lain akan terundang beruntun, karena fikiran tidak berfungsi dan hanya emosi yang dominan.

Dengan modal syahadat yang berintikan keyakinan, serta kesadaran akan realitas diri yang sudah dilengkapi oleh Allah berbagai instrumen dan peralatan yang memadai dalam menghadapi setiap malapetaka, hati pasti menjadi tenang. Dan satu lagi yang pasti, Allah selalu siap menolong hamba-Nya yang memerlukan.

Yang perlu kita sadari bahwa inilah resiko yang menjadi saksi nyata akan eksisnya sebuah Syahadat. Adapun selanjutnya bagaimana menghadapi setiap resiko, adalah soal seni, soal taktik, soal gaya, soal format perwatakan, soal kematangan pribadi, soal pengalaman.

Semuanya cukup mempengaruhi reaksi spontan terhadap setiap resiko yang terpaksa harus kita terima apa adanya.

Yang penting bahwa kita bisa memperoleh manfaat, setidak-tidaknya menjadikan diri ini sadar sepenuhnya akan keterbatasan kita, kemudian mengakui bahwasanya kekuasaan itu sepenuhnya di tangan Allah SWT. Dengan demikian datangnya malapetaka berarti kesempatan dan media untuk meningkatkan kualitas Syahadat.

Kamis, 09 Juni 2011

Melanjutkan Beramal dengan Lebih Cermat


"Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain". (Q.S. Al Insyirah: 7).
Waktu terus berjalan dan kerja-kerja dakwah pun terus menyeruak di hadapan seiring dengan bergantinya hari. Tidak layak kita terlalu berlama-lama berhenti atas nama evaluasi atau mengambil jeda sejenak untuk beristirahat. Amal dihadapan terlampau banyak untuk disebutkan, saatnya kembali menyiapkan barisan untuk menyambutnya, karena pada dasarnya setiap satuan waktu bagi seorang kader adalah potensi amal yang akan meningkatkan derajatnya di hadapan Allah SWT.

Sebelum kita melanjutkan amal, mari sedikit kita merenungi beberapa hal agar kerja-kerja ke depan kita semakin baik dan cermat karena ditopang dengan pribadi-pribadi yang kuat secara pemahaman, kokoh dalam keyakinan akan kebenaran manhaj dakwah dan ikhwan. Ada beberapa hal yang harus disadari oleh seorang kader :

Pertama : Tidak lagi menuduh jama’ah dalam kondisi lemah dan syubhat dalam kebijakan-kebijakannya

Syekh Muhammad Ahmad Ar-Rasyid dalam kitabnya “ Al-Awa’iq” berpesan :
“ Perilaku pertama menyangkut kita aktifis gerakan islam, intinya adalah : agar kita tidak berlebihan dalam menuduh diri kita dengan berbagai macam kelemahan. Kita harus yakin bahwa kita berada dalam kebaikan yang sangat banyak atas karunia dan anugerah Allah SWT. Memang, kebaikan tidak lah sempurna, dan kita tidak bisa menyamai kaum salaf, akan tetapi kita adalah orang-orang yg membawa pelita keimanan. Apabila kita bersalah, maka keimanan itu akan memperbaiki kesalahan kita .
Ini bukanlah ghurur (terpedaya), juga bukan memamerkan sedikit amal yg kita persembahkan untuk islam. Akan tetapi metode tarbiyah yang mesti wajib kita terapkan, agar kita tidak terperosok pada kesalahan sebagian ulama zaman pertengahan, ketika mereka terlalu banyak menyebut rasa takut dan terlalu banyak menyebutkan bisikan-bisikan hati dan hal-hal yang bisa membatalkan amal, sehingga manusia diliputi oleh keputus asaan yang berlebihan, karena mereka tidak membuka satupun pintu harapan yang akan mengimbangi rasa takut tersebut “

Hari ini selayaknya setiap kader menghentikan asumsi-asumsi negatif terhadap jamaah, tidak lagi menuduh jamaah telah keluar dari asholah, atau kebijakan-kebijakan qiyadah yang dipenuhi syubhat. Sikap-sikap itu hanya akan menghambat kerja-kerja dalam dakwah. Kita sudah mempercayakan orang-orang terbaik untuk memutuskan kebijakan dalam partai ini. Mereka pun telah berijtihad secara jama’I dalam menghasilkan keputusan-keputusan da’awi dan siyasi. Karenanya tidak layak setiap kader masih harus berfikir secara infirodi dalam menyambut setiap kebijakan dakwah dan partai. Karakteristik keputusan dalam wilayah ijtihad memang selalu menghasilkan polemik, tapi kita tidak sedang dalam posisi yang layak berpolemik dalam masalah ini. Hendaknya kita memahami sebuah kalimat hikmah :
" ليس العاقل هو الذي يعرف الخير والشر , ولكن هو الذي يعرف الخير بين الشرين "
“ Seorang yang pandai (berakal) bukanlah mereka yang mengetahui antara baik dan buruk, tapi yang mengetahui yang paling baik di antara dua keburukan “

Kedua : Memahami hakikat istiqomah dalam amal serta menjauhi berdiam diri (menganggur) dalam amal

Setiap kader hendaknya memahami bahwa salah satu ajaran Islam adalah istiqomah. Tidak ada jeda dalam melakukan amal kebaikan, karena waktu terus berjalan. Karenanya cukup jelas pesan dalam surat Al-Insyiroh : Faidza faroghta fanshob !. Jika kita lihat lebih dalam lagi, betapa syariat Islam menginginkan kondisi istiqomah dalam setiap amalan, nyaris tidak ada celah untuk berhenti dalam beramal –kecuali oleh hal-hal yg ditentukan syar’i. Kita bisa membaca karakteristik istiqomah melalui dalil tentang amal-amalan berikut ini, misalnya :
- Anjuran untuk berjihad dalam berbagai kondisi. (QS At-Taubah : 41)
- Anjuran untuk berinfak dan sedekah dalam berbagai kondisi. (QS Ali Imron : 134 )
- Anjuran untuk berinfak di setiap waktu. (QS Al Baqoroh : 274)
- Anjuran untuk berdzikir setiap saat sepanjang hari. (QS Thahaa 131 )
- Anjuran untuk berdzikr dalam berbagai keadaan. (QS Ali Imron 191 )
- Anjuran untuk tak kenal lelah dalam berdakwah. (QS Nuh 5 )

Begitupula kita dapati makna istiqomah dan berkelanjutan dalam kisah perang ahzab, betapa kemenangan yang diraih oleh kaum muslimin tidak serta merta mengantarkan mereka pada kenyamanan dan jeda istirahat yang panjang. Tetapi yang ada bahkan perintah untuk segera melanjutkan jihad menuju perkampungan bani quraidhah.

Dengan demikian, dakwah sebagai bagian tak terpisahkan dalam amal islami juga membutuhkan keistiqomahan dan berkelanjutan. Sebelum serta sesudah pemilu, bahkan ada atau tanpa pemilu sekalipun. Terlalu lama mengambil jeda atau berdiam diri dalam dakwah, hanya akan menyisakan potensi saling menyerang dan mengganggu sesama kader dakwah. Kita selami kata-kata hikmah di bawah ini :
العَسْكَرُ الذِي تَسُودُهُ البِطَالَةُ يُجِيدُ المُشَاغَبَاتِ
“ Pasukan yang tidak punya tugas, sangat potensial membuat kegaduhan”

Ketiga : Memahamai hakikat pembebanan individu untuk memunculkan semangat berlomba dalam kebaikan

Setiap kader hendaknya memahami bahwa setiap amal yang ia kerjakan tidak lain dan tidak bukan akan kembali pada dirinya sendiri. Bahwasanya setiap amal yang dikerjakan dengan adalah peluang untuk mendekatkan diri disisi Allah SWT. Bisa saja sebuah acara sukses dengan baik dan lancar, tapi penilaian amal disisi Allah SWT tidak bisa digeneralisir begitu saja, setiap orang akan mendapatkan pahala sesuai dengan kontribusinya. Karenanya, hendaknya setiap kader memahami bahwa ia harus terus beramal, karena pembebanan ini sifatnya individual, nilainya di akhirat adalah nilai dirinya sendiri, meskipun beramal di dunia secara jama’i. Kita renungkan beberapa dalil berikut ini :

فَقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا تُكَلَّفُ إِلَّا نَفْسَكَ
“ Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri “ (QS An-Nisa 84)
وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

“ Barang siapa yang lambat dalam amalnya, maka tidak akan membuatnya cepat nasab (afiliasinya) “ (HR Muslim)

Setelah setiap kader memahami tentang sifat pembebanan dan penilaian yang bersifat individu, maka diharapkan akan memunculkan semangat berlomba dalam kebaikan, sehingga akan menghasilkan amal-amal yang terbaik. Ruuh at-tanafus atau spirit untuk berlomba dalam kebaikan telah banyak diisyaratkan dalam Al-Quranul Karim, diantaranya : ( QS Al-Maidah 48, QS Al-Baqoroh 148, QS Al-Muthoffifin 26, QS Ali Imron 133)

Keempat : Cermat dan senantiasa berbeda dalam menjalankan tugas

Ada banyak kesalahan yang terjadi karena seseorang meremehkan sebuah amal, menggampangkan sebuah taklimat, menyederhanakan sebuah mas’uliyah, dan akhirnya berakhir dengan kegagalan atau cacat dalam melaksakan kerja-kerja dakwah. Setelah kader mempunyai semangat untuk berlomba dalam kebaikan, semestinya hal itu tidak perlu terjadi lagi. Yang ada setelah ini adalah lebih cermat (diqqoh) dalam menjalankan setiap tugas, tabayun jika menemukan kejanggalan, dan berusaha untuk berbeda dan berprestasi dalam mengerjakan tugas-tugas dakwah. Sesungguhnya jiwa yang besar senantiasa akan enggan untuk mengerjakan sesuatu dengan kualitas yang standar dan biasa-biasa saja. Kita renungkan hadits berikut ini :
قَالَ رَسُولُ اللهِ: (إِنَّ اللهَ تَعَالَى يُحِبُّ مَعَالِيَ الأُمُورِ، وَأَشْرَافَهَا، وَيَكْرهُ سَفْسَافَهَا)
Rasulullah SAW bersabda : “ Sesungguhnya Allah SWT mencintai urusan-urusan yang berkualitas lagi mulia, serta membenci yang rendah (remeh-temeh) “ ( HR Baihaqi dan Thobroni, dishahihkan oleh Albani)
Dalam siroh sahabat kita juga bisa mengambil contoh dari sahabat sekelas Abi Bakar as-Shiddiq, beliau senantiasa menghadirkan amal-amal terbaik, prestasi yang berbeda dengan shahabat lainnya. Bahkan seorang umar bin Khotob beberapa kali berusaha untuk berlomba dengannya, namun akhirnya mengakui kekalahannya seraya berkata pd Abu Bakar : “ Aku tidak akan mampu mengunggulimu selamanya “

Kelima : Menjauhi ketaatan atas dasar kecenderungan nafsu semata

Setiap kader hendaknya kembali merenung, apakah ketaatannya selama ini benar-benar atas dasar ketsiqohan dan keyakinan akan kebenaran sebuah manhaj, ataukah hanya memilah-milah taklimat yang bersesuaian dengan kecenderungannya dan hawa nafsunya saja ? Sesungguhnya ketaatan berdasarkan hawa nafsu semata adalah rapuh dan berbahaya untuk kelangsungan dakwah di masa depan. Karena akan lebih banyak lagi taklimat dan qoror yang mungkin tidak bersesuaian dengan keinginan dan hawa nafsu kita. Yang seharusnya terjadi adalah setiap kader mampu menundukkan hawa nafsunya agar senantiasa bersesuaian dengan dakwah. Hendaklah kita mengingat sabda Rasulullah SAW :
لا يؤمن احدكم حتى يكون هواه تبعا لما جئت به
Rasulullah SAW bersabda : “ Tidak sempurna keimanan salah seorang dari kalian, hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (risalah islam) “ (Musnad Firdaus, An-Nawawi memasukannya dalam Arba’in)

Abdul Wahhab Azaam berkata : “ Mereka akan segera taat pada hal-hal yang mereka sukai, namun mereka akan bermalas-malasan pada hal-hal yg mereka benci. Apabila dihadapkan pada ujian untuk melakukan suatu hal yang tidak mereka sukai sekalipun di dalamnya ada kemaslahatan jama’ah, maka mereka akan berpaling sambil memberi alasan, atau mereka akan mentaati dengan terpaksa, dan melaksanakannya dengan hati kesal “

Syeikh Muhamaad Ahmad Ar-Rasyid mengingatkan kita : “ Sesungguhnya keta’atan yang bermuatan hawa nafsu merupakan peninggalan tabi’at bani israil, yang harus dijauhi oleh seorang mukmin. Bani Israil pernah meminta kewajiban perang di jalan Allah , tetapi kemudian berpaling ketika perang sudah diwajibkan “. Lihat QS An-Nisa ayat 76.

Selasa, 07 Juni 2011

Agar Semangat Dakwah Tetap Terjaga


Dikala Semangat (hamasah) Dakwah menggelora didalam jiwa, segala yang sulit akan terasa mudah, yang jauh akan terasa dekat, yang berat akan terasa ringan, bahkan setiap ujian yang datang akan menjadi ajang pendewasaan, Semangat itu seperti air yang terus mengalir sepanjang waktu laksana matahari yang tak pernah lelah menyinari bumi, jika dihalangi maka air itu akan mencari celah untuk tetap bergerak, jika dibendung ia akan naik meluap keatas lalu kembali mengalir,jika di tekan maka ia akan muncrat, berpencar bahkan dapat menghancurkan wadah tempat dimana ia dikumpulkan. SyaikhutTarbiyah, Almarhum Ustadz Rahmat Abdullah pernah menuliskan dalam butir- butir taujihnya gambaran tentang semangat perjuangan :

Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.
Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.
Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.
Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.
Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu

Begitulah jika semangat dakwah menggelora dalam jiwa, meskipun banyak fitnah datang menghadang, upaya makar yang dilakukan oleh musuh –musuh dakwah tak akan sanggup menghentikan derap langkah perjuangan. Lalu bagaimanakah meria’yah (merawat) semangat yang telah ada agar tak berubah?

1. Menanamkan jiwa Muroqobatulloh : merasa dekat dengan Alloh (Bersama Alloh)

Orang yang merasakan kedekatan dengan Alloh akan selalu termotivasi untuk melaksanakan perintah-perintah Alloh, dan memperjuangkan agama Alloh swt. Ia tak pernah takut akan AGTH (Ancaman,Gangguan,Tantangan, dan Hambatan) yang merintangi jalan dakwahnya, selalu bersemangat karena dia ingat motivasi dengan kisah Rasululloh bersama Abu Bakar As-Sidiq saat berada digua tsur : LAA TAKHOF WALAA TAHZAN INNALLOHA MA’ANA ( Jangan takut dan janganlah bersedih, sesungguhnya Alloh bersama kita)

2. Muhafadzotu ‘ala Sunnah : menjaga amalan sunnah
Nabi Muhammad Sallallhu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Tiap-tiap amal ada masa semangatnya dan tiap-tiap semangat ada masa futurnya (lemah semangatnya). Siapa saja yang futurnya tetap mengikuti sunnahku, ia telah memperoleh petunjuk. Siapa saja yang futurnya-nya mengikuti selain itu, ia benar-benar binasa"(H.R.Ahmad).

"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata: telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,: "Sesungguhnya Allah telah berfirman: Barang siapa yang memusuhi Waliku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang kepadanya, dan tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya jadilah aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, dan sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepada-Ku pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan dariKu pasti Aku akan melindunginya".

(Hadits ini dirawikan Imam Bukhari dalam kitab shahihnya, hadits no. 6137)

3. Al-Jaalis Ma’ash-Sholihin : Berkumpul dengan orang yang semangat /Sholeh
“Seseorang mengikuti agama kawannya. Karena itu, lihatlah olehmu siapakah yang menjadi kawannya.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Pribahasa mengatakan “ jika kita bergaul dengan tukang ikan akan terkena bau amisnya, bergaul dengan tukang minyak wangi kita akan terkena wanginya,bergaul dengan tukang arang, terkena hitamnya” dst. Bergaul dengan orang sholeh akan memotivasi kita untuk selalu mengerjakan amalan-amalan yang sholeh, sebaliknya bergaul dengan orang yang malas beribadah (futur) maka akan menularkan kemalasannya kepada kita.

4. Laa Nabtagil jaahiliin : Tidak bergaul dengan orang jahil
وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil".( Q.S.28:55)

وَلاَ تَرْكَنُواْ إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُواْ فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ اللّهِ مِنْ أَوْلِيَاء ثُمَّ لاَ تُنصَرُونَ
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.”(Q.S.11:113)

Jika kita konsisten dengan kiat-kiat diatas insya Alloh kita akan terus menjadi orang yang bersemangat dalam ibadah, dakwah dan perjuangan menegakkan risalahNya.
Wallohu 'alam,

Sabtu, 04 Juni 2011

Memang Seperti Itulah Dakwah


Memang seperti itulah dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu..Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yg kau cintai..Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yg menempel di tubuh rentamu. Tubuh yg luluh lantak diseret-seret. . Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari..

Seperti itu pula kejadiannya pada rambut Rasulullah. Beliau memang akan tua juga. Tapi kepalanya beruban karena beban berat dari ayat yg diturunkan Allah.

Sebagaimana tubuh mulia Umar bin Abdul Aziz. Dia memimpin hanya sebentar. Tapi kaum muslimin sudah dibuat bingung. Tidak ada lagi orang miskin yg bisa diberi sedekah. Tubuh mulia itu terkoyak-koyak. Sulit membayangkan sekeras apa sang Khalifah bekerja. Tubuh yang segar bugar itu sampai rontok. Hanya dalam 2 tahun ia sakit parah kemudian meninggal. Toh memang itu yang diharapkannya; mati sebagai jiwa yang tenang.

Dan di etalase akhirat kelak, mungkin tubuh Umar bin Khathab juga terlihat tercabik-cabik. Kepalanya sampai botak. Umar yang perkasa pun akhirnya membawa tongkat ke mana-mana. Kurang heroik? Akhirnya diperjelas dengan salah satu luka paling legendaris sepanjang sejarah; luka ditikamnya seorang Khalifah yang sholih, yang sedang bermesra-mesraan dengan Tuhannya saat sholat.

Dakwah bukannya tidak melelahkan. Bukannya tidak membosankan. Dakwah bukannya tidak menyakitkan. Bahkan juga para pejuang risalah bukannya sepi dari godaan kefuturan.

Tidak... Justru kelelahan.

Justru rasa sakit itu selalu bersama mereka sepanjang hidupnya. Setiap hari. Satu kisah heroik, akan segera mereka sambung lagi dengan amalan yang jauh lebih "tragis".Justru karena rasa sakit itu selalu mereka rasakan, selalu menemani...justru karena rasa sakit itu selalu mengintai ke mana pun mereka pergi... akhirnya menjadi adaptasi.Kalau iman dan godaan rasa lelah selalu bertempur, pada akhirnya salah satunya harus mengalah. Dan rasa lelah itu sendiri yang akhirnya lelah untuk mencekik iman. Lalu terus berkobar dalam dada. Begitu pula rasa sakit. Hingga luka tak kau rasa lagi sebagai luka. Hingga "hasrat untuk mengeluh" tidak lagi terlalu menggoda dibandingkan jihad yang begitu cantik.

Begitupun Umar. Saat Rasulullah wafat, ia histeris. Saat Abu Bakar wafat, ia tidak lagi mengamuk. Bukannya tidak cinta pada abu Bakar. Tapi saking seringnya "ditinggalkan" , hal itu sudah menjadi kewajaran. Dan menjadi semacam tonik bagi iman..

Karena itu kamu tahu. Pejuang yg heboh ria memamer-mamerkan amalnya adalah anak kemarin sore. Yg takjub pada rasa sakit dan pengorbanannya juga begitu. Karena mereka jarang disakiti di jalan Allah. Karena tidak setiap saat mereka memproduksi karya-karya besar. Maka sekalinya hal itu mereka kerjakan, sekalinya hal itu mereka rasakan, mereka merasa menjadi orang besar. Dan mereka justru jadi lelucon dan target doa para mujahid sejati, "ya Allah, berilah dia petunjuk... sungguh Engkau Maha Pengasih lagi maha Penyayang... "

Maka satu lagi seorang pejuang tubuhnya luluh lantak. Jasadnya dikoyak beban dakwah. Tapi iman di hatinya memancarkan cinta... Mengajak kita untuk terus berlari...

"Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.
Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.
Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.
Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.
Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu."

Rabu, 01 Juni 2011

MOTIVASI DIRI UNTUK LEBIH BAIK


Jika telur pecah karena faktor eksternal
Berarti kehidupannya berakhir
Jika telur pecah karena faktor internal
Berarti ada kehidupan baru dimulai
"SESUATU YANG AGUNG SELALU DIMULAI DARI DALAM"
DR. Salman Audah, seorang ulama' dan pemikir dari Saudi Arabia berkata:
Kita wajib percaya bahwa kita diciptakan bukan:
Untuk gagal
Untuk bersedih, atau
Untuk menjadi manusia-manusia tanpa tujuan
Kita wajib percaya bahwa keberadaan kita bukanlah kebetulan
Bukan pula sekedar suatu angka
Keberadaan kita adalah karena adanya suatu keperluan
"SAYA ADA KARENA ALAM SEMESTA MEMERLUKAN SAYA"
Ambillah ibrah dari harimu
Jadikan kemaren sebagai pengalaman

Dunia adalah persoalan matematik
Bubuhkan tanda - capek dan sengsara
Bubuhkan tanda + cinta dan kesetiaan
Niscaya Tuhan pemilik langit akan menolong dan memberikan taufiq kepadamu

Jika engkau sujud, sampaikan kepada-Nya seluruh rahasiamu
Jangan dengarkan orang-orang di sekelilingmu
Bisiki Dia dengan air matamu
Dan hatimu adalah kekayaanmu
Dan Dia melihat kepadanya

Jangan berkata: dari mana aku mulai
Ketaatan kepada-Nya adalah titik awal

Jangan berkata: mana jalanku
Syari'at Allah adalah penunjuk jalan

Jangan berkata: di mana kenikmatanku
Cukulah syurga Allah sebagai jawabannya

Jangan berkata: besok aku akan memulai
Bisa jadi itulah akhir perjalananmu

Dunia itu tiga hari:
Sehari telah kita lalui dan tidak akan kembali
Hari ini yang tidak akan abadi, dan
Besok, yang kita tidak tahu akan bersama siapa? Dan di mana?

Saat seseorang mengucapkan kata-kata yang tidak pantas kepadamu
Jangan marah..senyumlah..sebab ia telah mengungkapkan jati dirinya, sehingga
engkau tidak perlu capek menggalinya

Dan biasakan lidahmu untuk mengucapkan:
Allahummaghfirli (ya Allah, ampuni daku)
Sebab ada saat-saat tertentu Allah SWT tidak menolak permohonan siapa pun

Senin, 16 Mei 2011

Perjalanan Waktu


by Chairil Anwar

Hari hari lewat, pelan tapi pasti
Hari ini aku menuju satu puncak tangga yang baru
Karena aku akan membuka lembaran baru
Untuk sisa jatah umurku yang baru…

Daun gugur satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Umurku bertambah satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah

Tapi… coba aku tengok kebelakang
Ternyata aku masih banyak berhutang
Ya, berhutang pada diriku…
Karena ibadahku masih pas-pasan…

Kuraba dahiku…
Astagfirullah, sujudku masih jauh dari khusyuk
Kutimbang keinginanku….
Hmm… masih lebih besar duniawiku

Ya Allah….
Akankah aku masih bertemu tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Akankah aku masih merasakan rasa ini pada tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Masihkah aku diberi kesempatan?

Ya Allah….
Tetes airmataku adalah tanda kelemahanku
Rasa sedih yang mendalam adalah penyesalanku
Astagfirullah…

Jika Engkau ijinkan hamba bertemu tahun depan
Ijinkan hambaMU ini, mulai hari ini lebih khusyuk dalam ibadah…
Timbangan dunia dan akhirat hamba seimbang…
Sehingga hamba bisa sempurna sebagai khalifahMu…

Hamba sangat ingin melihat wajahMu di sana…
Hamba sangat ingin melihat senyumMu di sana…
Ya Allah,
Ijikanlah…..

Rabu, 27 April 2011

Sang Waktu Tak Pernah Kembali


Waktu, masa, tempo, atau apapun namanya, hanyalah bagaimana manusia menyebutnya. Namun ia sendiri tak pernah peduli dengan sebutannya. Ia terus berjalan dan bergulir, menggilas, hingga akhirnya menciptakan sketsa perjalanannya, itulah sejarah.
Betapa berharganya waktu, sehingga Allah telah bersumpah dalam Quran, Demi Masa. Dan karenanya Imam Syafii Rahimahullah pun mengatakan “sekiranya Allah tidak menurunkan surat yang lain, maka cukuplah Ia menurunkan surat Al Ashr”.
Waktu dihitung dari periode perputaran bumi terhadap matahari, kemudian manusia mengaturnya dalam satuan-satuan detik, menit, jam, hari, tahun.., sekehendak hatinya. Maka waktupun terus berjalan, sekehendaknya pula. Pagi, petang, pagi lagi, lalu petang kembali. Hari ini Senin dan esok akan datang Senin lagi. Seolah ia berputar namun sebenarnya ia tak pernah kembali. Sang waktu menyapu yang hidup dan hanya tunduk pada Penciptanya, untuk mempergilirkan yang hidup, dan memberi bukti ketidakabadian.
Belum sempat Firaun mengikuti risalah Musa sebagai bukti keimanannya, dan ia binasa di dasar samudera. Belum sempat Abu Thalib mengikrarkan syahadat, ia telah meninggalkan Rasul dalam hati gundah gulana. Sungguh waktu diciptakan untuk tidak berkompromi pada siapapun. Belum usai Asy Syahid Sayyid Quthb menuliskan Fi Zhilalil Quran, dan kini ia telah menghadap Rabbnya. Betapa waktu juga tidak mau bertoleransi untuk suatu kebajikan sekalipun.
Waktu berlalu menggoreskan rekaman sejarah, keadilan atau kedzaliman. Tak lebih seabad Enver Hoxha menghuni dunia, kemudian menjadi tiran yang memporakporandakan Islam di Albania. Namun ia menorehkan kisah kebencian di dada muslim Albania hingga akhir dunia. Ketika kepongahan itu hanya berusia sesaat, sang pongah menuai caci-maki untuk waktu yang lama, lebih lama dari usia kepongahannya. Aksioma waktu: datang dan pergi.
Hari ini Shahih Bukhari ada hampir di setiap madrasah dan tempat ibadah, tak sulit memperolehnya. Tak nampak proses letihnya kelana Imam Bukhari mengarungi negeri-negeri menghimpun hadits, membuang ribuan yang palsu, lalu ber-istikharah mencari keteguhan hati. Itulah aksioma waktu: berlalu dan tak kan kembali.
Usia kita adalah hidup kita bersama waktu. Kita lahir, kemudian menjadi besar dan tua karena waktu, untuk kemudian waktu jualah yang membatasi kehidupan ini. Yang lemah, perkasa, cantik, atau yang kaya, akan tiba kepada akhir perjalanannya bersama waktu, kematian.
Semua yang terjadi, hanya akan menjadi masa lalu, seperti pesan puisi:

Jikalah derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa,
Sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nanti.
Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa tidak dinikmati saja,
Sedang ratap tangis tak akan mengubah apa-apa.
Jikalah harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri,
Sedang kedermawanan justru akan melipat gandakannya.
Jikalah kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti membusung dada dan membuat kerusakan di dunia,
Sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia agar sejahtera.*


Tatkala segala sesuatu akhirnya hanya menjadi akan masa lalu, bukankah berarti akan ada ‘masa depan’ ? Jika masa lalu adalah ketidak-abadian, bukankah masa depan adalah keabadian itu?
Kelak akan tiba masa dimana semua akan tetap muda. Mengarungi hidup tanpa siang atau malam, tanpa matahari apalagi arloji. Hidup yang tak mengenal libur Minggu karena tiada kalender.
Dan disana manusia akan tetap hidup, tanpa menjadi renta, tanpa sanggup mengukur usia. Itulah akhirat, itulah keabadian, saat dimana manusia tidak akan tahu – dan tak akan pernah merasa perlu tahu – tentang waktu.
* kutipan puisi “Jikalah Pada Akhirnya”

Kamis, 21 April 2011

Refleksi Hari Kartini = Kolonialisasi Wanita


Seorang ibu bersama anak perempuannya tergopoh gopoh memasuki sebuah salon. Tak lama kemudian si anak yang masih berusia belasan keluar dengan mengenakan pakaian adat kebaya jawa. Rambutnya disanggul, wajahnya dibalut bedak dan bibirnya dipoles dengan gincu. Sejurus kemudian, ibu dan anak tersebut tenggelam dalam perayaan bertajuk “Hari Kartini” yang diselenggarakan di sebuah mal di pusat kota.
Tepat tanggal 21 April, peristiwa unik terlihat dimana-mana. Sebagian besar perempuan Indonesia disibukkan berbagai kegiatan. Mulai dari anak TK, gadis SMU sampai ibu-ibu PKK memadati salon-salon. Mereka antre untuk didandani dengan berbagai kostum pakaian daerah. Beberapa gadis muda terlihat kikuk dan tersiksa dengan dandanan tersebut. Apa boleh buat, mereka dipaksa oleh guru atau mungkin orang tuanya untuk melakukannya.
Hari kelahiran Kartini sejak pemerintah Orde Baru diidentikan dengan mitos kepahlawanan emansipasi perempuan. Lalu dibuatlah perayaan-perayaan di pelosok Indonesia untuk mengenang jasa-jasa Kartini. Namun ironis, perayaan itu hanya sebatas seremonial yang justru membatasi aktivitas perempuan, jauh dari makna sebenarnya yang ingin disampaikan. Hari Kartini hanya diisi dengan berbagai lomba seperti peragaan busana, pasang sanggul, memasak, pasang dasi, atau sejenisnya yang khas wanita. Parahnya sebagian aktivis perempuan justru acuh tak acuh dengan momentum itu. Mereka menganggap Kartini tidak mewakili semangat feminisme yang kini sedang diperjuangkan. Lalu, masih relevankah Hari Kartini untuk tetap dirayakan?
Merayakan Kewanitaan
Sekelompok aktivis perempuan di Jakarta pernah melontarkan ide untuk mengganti Hari Kartini dengan Hari Perempuan. Ide ini menarik untuk dijadikan wacana masyarakat luas. Karena di samping Kartini, bangsa Indonesia toh memiliki cukup banyak perempuan-perempuan sebagai figur perjuangan perempuan itu sendiri. Tokoh-tokoh semacam Dewi Sartika yang memperjuangkan emansipasi asal Jawa Barat, Tjut Nyak Dien yang selama hidupnya menderita karena berjuang melawan penjajah Belanda dan masih banyak lagi yang lain. Selain itu Kartini mungkin bisa diterima oleh masyarakat di Pulau Jawa dengan segala kultur yang ada. Namun, tidak demikian halnya di tempat lain, seperti di luar Pulau Jawa.
Semangat Kartini juga dicurigai telah tereduksi. Gejalanya terlihat dari berbagai perlombaan khas wanita yang marak diselenggarakan. Lomba-lomba itu memanfaatkan momentum Hari Kartini dengan hal semacam kepandaian merias wajah, kelihaian memasak atau keluwesan memperagakan busana. Alih-alih ingin meningkatkan peranannya, kegiatan tersebut justru menjebak perempuan. Disadari atau tidak kaum perempuan dibentuk sebagai mahluk sekunder, justru melalui kegiatan seperti itu.
Masyarakat kemudian dengan mudah mengidentikkan Hari Kartini sebagai “Merayakan kewanitaan” sebuah perayaan khas wanita. Mengenaskan memang, Seolah-olah semua gagasan cemerlang dari tokoh ini cukup “dirayakan” dengan peragaan busana dan lomba memasak. Hari Kartini lambat laun melembaga dan mengental menjadi mitos. seperti juga tahun-tahun sebelumnya, para pejabat pemerintah yang terlihat paling sibuk menyiapkan pidato berisi pujaan kepada Kartini untuk diucapkan dalam acara resmi. Istri para pegawai negeri yang tergabung dalam Dharma Wanita tiba-tiba bingung menyiapkan kain kebaya apa yang akan dipakai untuk menghadiri upacara itu. Tidak lupa media massa baik elektronik maupun cetak, sibuk mewawancarai perempuan-perempuan yang dianggap menonjol dalam masyarakat untuk ditempatkan dalam Headline berita.
Kartini bukan lagi dihargai sebagai sosok manusiawi. Pramoedya Ananta Toer dalam kata pengantar buku Panggil Aku Kartini Saja (1998) mengatakan, “Kartini disebut-sebut di berbagai peringatan lebih banyak sebagai tokoh mitos, bukan sebagai manusia biasa, yang sudah tentu mengurangi kebesaran manusia Kartini itu sendiri.” Kartini memang bukanlah figur yang melulu cemerlang dalam hidupnya. Toh, ia bukan istri pertama dari Bupati Rembang kala itu. Oleh sebab itu, bisa dikatakan Kartini adalah simbol korban kolonisasi ganda. Di satu pihak, ia adalah korban sistem kolonial Belanda ketika itu dan di lain pihak ia merupakan korban sistem feodal yang patrialkal.
Sebenarnya fenomena yang disebutkan diatas tidak perlu terjadi, jika kaum perempuan sadar akan posisinya dan mau mendekonstruksi bangunan kultur yang telah mapan. Upaya itu dapat dimulai dengan melakukan kritik sejarah, mencoba menampilkan sosok Kartini seutuhnya dalam konteks sosial politik yang terjadi pada saat itu, kemudian mencoba memberi makna dan apresiasi terhadap ide-idenya, mengerti, memahami pergulatan batin dan merasakan ketidakadilan yang dialaminya dan dialami juga oleh masyarakatnya pada saat itu.
Kolonisasi Wanita ?
Persoalan yang dihadapi perempuan saat ini bukan lagi sekedar emansipasi dan pemberdayaan, seperti pada masa Kartini. Beberapa kalangan masih menganggap bahwa pusat permasalahan perempuan terdapat pada perempuan itu sendiri.
Kartini adalah simbol populer bagi pembebasan perempuan di Indonesia sehingga sampai pada hari ini 21 April 2011, seluruh masyarakat Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan pun bersama-sama memperingatinya sebagai perjuangan perempuan untuk membebaskan diri dari belenggu patriarkhi. Meskipun tidak dapat diingkari bahwa ada perempuan-perempuan lain yang berkiprah dalam hal yang sama bahkan lebih dahulu dari beliau. Akan tetapi, berkat akses terhadap pendidikan dan modal yang dimiliki maka beliaulah yang lebih dikenal dan dikenang sebagai simbol perjuangan perempuan pertama di Indonesia.
Akses merupakan salah satu aspek yang sangat dominan, dalam pemasaran produk, dan dakwah. Dengan mempunyai banyak akses kita bisa menyebarkan kebaikan lebih banyak karena kita mempunyai medan dakwah yang luas. Jika dakwah tidak mempunyai akses, selain medan dakwah akan terbatasi, bukan tidak mungkin akan dibubarkan ditengah jalan atau mungkin dikejar-kejar banyak pihak seperti halnya “N11” yang banyak diberitakan akhir-akhir ini.

Rabu, 20 April 2011

Wahai para da’i, kerja kita belum tuntas!


“Sungguh akan terurai ikatan (agama) Islam itu satu demi satu! Apabila terurai satu ikatan, orang-orang pun bergantung pada ikatan berikutnya. Ikatan yang pertama kali lepas ialah hukum, sedangkan yang terakhir kali lepas ialah shalat.” (HR. Ahmad).

Kerja Dakwah
Mobilitas secara horizontal dan vertical akan berjalan efektif dan mencapai target apabila didukung kerja dakwah yang prima:
Pertama, nasyrul hidayah, menyebarluaskan hidayah Allah SWT. Apakah secara qoulan (lisan), amalan (amal), atau qudwatan (keteladanan). Sehingga benih-benih kebaikan dapat tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat.
Seorang muslim, wabil khusus aktivis gerakan Islam, harus menjadi teladan tentang nilai-nilai Islam dalam dirinya, yaitu saat bekerja, berbicara, makan, minum, akhlak dan tarbiyah, simpatik kepada orang lain, menjaga lisan dan jujur dalam berucap, tolong-menolong, dan sebagainya. Apabila ia melakukan semua itu karena Allah, ia akan menjadi pribadi yang bagaikan batu bata dalam membangun masyarakat Islam.
Sadarilah wahai para da’i, sesungguhnya masyarakat tidak akan berubah menjadi islami jika tidak mengenal hidayah Allah, dan bagaimanakah mereka dapat mengenal hidayah Allah tanpa teladan dan bimbingan dari para ulama dan para da’i. Oleh karena itu, setiap kita harus mengambil peranan. Kita harus bekerjasama menciptakan situasi yang kondusif bagi tumbuhnya kultur keislaman di tengah masyarakat.
Para jurnalis harus berperan menjadi pelopor dalam melakukan kebaikan dan meluruskan pemikiran masyarakat melalui media informasi, misalnya melalui koran atau majalah yang mereka miliki. Media-media tersebut harus mengeluarkan masyarakat dari kebobrokan moral, lebih peduli pada pembinaan akhlak, dan berupaya membentuk opini umum.
Yayasan-yayasan kebajikan harus menjalankan perannya dalam membantu fakir miskin, menutupi kebutuhan orang-orang yang kekurangan, memberikan tunjangan untuk pelajar, dan menyebarkan sifat kedermawanan di tengah masyarakat.
Partai-partai politik harus menjaga kesatuan bangsa dan kehormatannya serta memperjuangkan kemerdekaan negeri dengan harta, jiwa, dan usaha.
Organisasi-organisasi keislaman dengan berbagai macam corak aktivitasnya harus berupaya mewarnai masyarakat dengan niali-nilai Islam yang universal.
Para menteri yang shalih harus melakukan perbaikan dalam departemen yang mereka tangani. Setiap muslim harus membela, melindungi, dan mempertahankan kebaikan dalam semua segi kehidupan di masyarakat.
Drama dan sinetron islami harus menjadi alternative di tengah-tengah gempuran film-film cabul, sinetron picisan, dan acara-acara televisi yang merusak lainnya.

Bank-bank Islam harus menyadarkan umat dari bahaya riba yang telah menjerumuskan mereka dalam ekonomi ribawi.

Para wakil rakyat dan anggota parlemen harus menjadi perisai dalam menjaga nilai-nilai moral.
Institusi pendidikan Islam harus mencetak dan membina para siswanya dengan menjadikan Islam sebagai prinsip.

Seluruh elemen masyarakat harus didorong untuk melakukan kebaikan dan menjauhkan diri dari keburukan serta melakukan islamisasi dalam kehidupan mereka. Dengan begitu akan terwujudlah masyarakat yang berwibawa.

Kedua, nasyrul fikrah, menyebarluaskan idealisme agar masyarakat memiliki semangat perjuangan dan dukungan kepada kehidupan yang lebih islami. Kegiatan ini dilakukan dengan mentarbiyah umat, mengingatkan masyarakat, mengubah opini umum, menyucikan jiwa, membersihkan ruhani, menyebarkan prinsip kebenaran, jihad, bekerja, dan menyebarkan nilai-nilai keutamaan di tengah umat manusia.
Diantara sarana yang dapat digunakan oleh para aktivis dakwah adalah: majelis ta’lim, seminar, ceramah, khutbah, kunjungan dakwah, dan lembaga kajian. Selain itu sangat baik jika gerakan Islam mampu memunculkan media informasi (cetak/elektronik) yang dapat merebut opini umum untuk mendukung fikrah Islam.

Selain itu, aktivis Islam hendaknya tidak enggan melakukan nasyrul fikrah secara langsung kepada lingkungan terdekatnya. Bukankah di sekitar rumah kita ada masjid yang dapat mempertemukan kita sebanyak lima kali dalam sehari dengan tetangga-tetangga kita? Sudahkah kita menyampaikan kepada mereka apa yang seharusnya kita sampaikan?

Ada hal unik yang patut kita teladani dari para aktivis Partai Refah di Turki. Mereka memiliki petugas yang bertanggung jawab mengurusi setiap bagian jalan. Setiap petugas mengetahui dan mengenal betul seluruh yang ada di sekitar dan di sepanjang jalan tersebut. Setiap mereka menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah-rumah yang ada di sisi jalan yang menjadi tanggung jawabnya. Mereka mengucapkan rasa gembira pada saat bergembira dan memberikan ucapan bela sungkawa jika sedang ditimpa musibah. Dari sepanjang jalan inilah mereka menyampaikan fikrah dan sikap partai mereka. Pertanyaan buat kita: Apakah kita pernah berkunjung dan berbicara dengan tetangga kita di rumahnya? Sebenarnya pekerjaan ini sangat mudah untuk dilakukan bagi mereka yang mau mencobanya.

Islam adalah agama untuk semua manusia. Jika kita lalai menyampaikan informasi tentang keislaman, kita termasuk orang yang berdosa. Gerakan Islam yang hakiki adalah gerakan yang melakukan dakwah dan tabligh. Dengan mengajak itulah kita akan dapat membentuk opini umum pada masyarakat. Dengan cara seperti itu saja, kita akan dapat mewarnai masyarakat dengan warna Islam untuk menuju perubahan.

Ketiga, menggiatkan aktivitas amar bil ma’ruf dan nahyi ‘anil munkar, yakni berupaya melakukan konsolidasi, koordinasi, dan mobilisasi seluruh potensi positif konstruktif di tengah-tengah masyarakat agar memberikan kemaslahatan bagi umat, bangsa, negara, kemanusiaan, dakwah, dan lain sebagainya. Serta melakukan langkah-langkah minimalisasi atau mempersempit ruang gerak kemungkaran.

Jika dikaitkan dengan hadits di atas, yang mengilhami kita tentang visi dakwah syamilah, maka aktivitas dakwah dan amar ma’ruf nahyi munkar yang kita lakukan harus menyentuh seluruh aspek: (1) Aspek ibadah, mulai dari bagaimana mengajak shalat ke masjid, berpuasa, zakat, infaq, sedekah, haji, memberantas judi, miras, prostitusi, dan sebagainya. (2) Aspek keadilan, hukum, dan pemerintahan, mulai dari memberantas korupsi dan mafia peradilan, mengentaskan kemiskinan dan pengangguran, membela nasib buruh, tani, dan nelayan, menegakkan HAM, menegakkan pemusyawaratan dan pembangunan ekonomi umat, mengurangi diskriminasi di hadapan hukum, melestarikan lingkungan hidup, membangun ilmu pengetahuan dan teknologi, dan seterusnya.

Dari Abu Sa’id Al Khudry -radhiyallahu ‘anhu- berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim no. 49)
Keempat, memelihara ruwiyah islamiyah (identitas masyarakat Islam) dan al-mazhar al-islami (penampilan Islam). Simbol-simbol keislaman harus dimunculkan, apakah yang bersifat fisik (bangunan masjid, mushola, madrasah, dll) atau aktivitas (pendidikan Islam, majelis ta’lim, dll).

Tiga Cita-cita Besar
Jadi, kita harus bekerja lebih keras lagi, karena di hadapan kita ada tiga cita-cita besar yang harus kita wujudkan:
1. Cita-cita Dakwah
2. Cita-cita Politik
3. Cita-cita Peradaban
Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS. At-Taubah, 9: 105)

Wahai para da’i, kerja kita belum tuntas!
Wallahu a’lam.

Senin, 18 April 2011

"Ujian dan Cobaan, Pertanda Kian Dekatnya Kemenangan."


Berlayar mengarungi samudera, jangan berharap kau kan tiba di pulau tujuan tanpa cobaan mendera. Sebelum layar dibentangkan, inilah yang harus terpatri dalam diri menjadi kesadaran. Bahwa berbagai keindahan dari sebuah pelayaran panjang dan kenikmatan di pulau tujuan,
berbanding lurus dengan besarnya tantangan yang menghadang. Tak kan pernah kau dapatkan indahnya pemandangan angkasa menjulang di tengah samudera luas membentang, selagi kau masih takut menembus hempasan gelombang. Ini bukan sekedar resiko perjalanan, tapi tlah menjadi
aksioma tak terbantahkan.
Di sini, di perahu ini, kita sedang merangkai keutuhan dan persaudaraan, kesetiaan dan keteguhan, apapun posisi dan kedudukan. Karena kita telah memiliki tujuan, harapan dan mimpi yang sama ingin diwujudkan. Namun, kita tidak pernah menafikan adanya kesalahan, kelalaian dan kekhilafan, bahkan juga kejenuhan, kekecewaan, kemarahan, hingga silang sengketa yang tak terhindarkan. Itu wajar belaka, karena memang tidak satu pun di antara kita yang mengaku tiada cela tiada dosa. Namun kesamaan tujuan, mimpi dan khayalan, kan segera menyatukan, meluruskan langkah ke depan, menghapus resah dan kemarahan, berganti semangat yang terbarukan. Karenanya, kita sambut gembira setiap arahan, nasehat dan pesan-pesan yang dapat menguatkan
serta menyatukan, sekeras apapun. Tapi, fitnah yang memecah barisan, tuduhan yang memojokkan, umpatan dan celaan yang menjatuhkan, serta aib yang dibeberkan, apalagi tindakan melobangi perahu agar kandas atau tenggelam, tidak pernah dapat kami terima, baik secara logika
apalagi perasaan. Bagaimanapun, kami bukan batu yang diam diketuk palu.
Di sini, di perahu ini, kita sedang menjadikan badai dan gelombang sebagai ujian kejujuran, sarana muhasabah untuk memperteguh perjuangan, juga sarana belajar menjaga komitmen atas kesepakatan yang tlah dinyatakan. Karenanya, alih-alih badai ini menceraiberaikan atau meluluhlantakkan, justeru dia menjadi moment paling tepat untuk semakin rekat, melupakan kesalahpahaman yang sempat menimbulkan sekat.
Mereka di kejauhan, boleh jadi bersorak sorai kegirangan ketika kita terombang ambing di tengah gelombang, berharap satu persatu dari kita tenggelam menjemput ajal menjelang. Tapi tahukah mereka? Justeru saat ini kami rasakan kehangatan tangan saudara kami yang erat saling berpegangan, justeru saat ini kami rasakan kekhusyuan doa-doa untuk keselamatan dan persatuan, justeru saat ini kami semakin yakin bahwa seleksi kejujuran memang harus lewat ujian, justeru saat ini kami jadi dapat membedakan mana nasehat dan mana dendam kesumat, mana masukan
bermanfaat dan mana makar jahat, mana senyum tulus persaudaraan dan mana senyum sinis permusuhan.
Di sini, di perahu ini, justeru di tengah badai gelombang, kita jadi semakin mengerti pentingnya nakhoda yang memimpin dan mengendalikan, juga semakin menyadari pentingnya syura untuk mengambil keputusan, lalu pentingnya belajar menerima keputusan setelah disyurakan. Adanya
kepemimpinan dan syura memang memberatkan, karena proses jadi panjang, langkah-langkah jadi terhalang aturan, keinginan sering tertunda menunggu keputusan. Tapi ini tidak dapat kita hindari, karena kita tidak berlayar sendiri, bergerak sendiri, mengambil keputusan sendiri dan menanggung resiko sendiri. Justeru karena kita berlayar bersama, maka kepemimpinan dan syura mutlak harus ada. Kepemimpinan memang bukan nabi yang maksum dan mendapatkan legalitas wahyu dalam setiap kebijakan, kesalahanpun bukan sebuah kemustahilan meski tidak kita anggap kebenaran. Tapi kepemimpinan yang dibangun oleh syura, telah memenuhi syarat untuk disikapi penuh penghormatan dan ketaatan, sepanjang tidak ada ajakan kemaksiatan. Sebagian orang boleh jadi
mengatakan ini sikap taklid buta, kita katakan, 'Inilah komitmen kita!' Sebagian lagi katanya merasa kasihan dengan anak buah yang tidak mengerti banyak persoalan dan hanya ikut ketentuan, kita
katakan, 'Kasihanilah dirimu yang sering menghasut tanpa perasaan!'
Di sini, di perahu ini, ketika badai menghantam dari kiri dan kanan, depan dan belakang, teringat perkataan para shahabat dalam sebuah peperangan, tatkala musuh dari luar datang menyerang dan orang dekat menelikung dari belakang, 'Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya' (QS. Al-Ahzab: 22)

Ibnu Katsir menjelaskan, "Maksudnya, inilah janji Allah dan Rasul-Nya berupa ujian dan cobaan, pertanda kian dekatnya kemenangan."