Kamis, 28 Mei 2009


Jadilah Sang Pemenang


Saat berada di gua sempit di sebuah bukit, ia sepertinya tak berdaya. Ia bukan hanya tak leluasa ke manapun menyampaikan kebenaran yang digenggamnya. Ia bahkan harus mengendap pergi menghindari sejumlah pemuda yang mengepung rumahnya untuk membunuhnya. Ia harus bersembunyi tanpa sipapa pun, kecuali seorang sahabat, mendampingnya.

Tak ada yang tahu di mana ia berada. Jejak kakinya, dan juga jejak kaki perempuan kecil yang selalu mengiriminya makanan selama dalam persembunyian, harus dihapuskan dengan jejak-jejak kambing yang digembalakan di sana. Ia benar-benar harus pergi meninggalkan tanah yang melahirkan, membesarkan, bahkan sempat memberinya kemuliaan di hadapan masyarakatnya. Ia tampak seperti seorang kalah.

Tapi, tentu bukan kekalahan yang dipetiknya. Tahun itu, sekitar tahun 622 Masehi, memang tahun yang sangat berat baginya. Namun, sejarah mencatatnya berbeda. Tahun itu justru menjadi titik balik kehidupannya. Titik balik dari kehidupan yang selama 13 tahun teraniaya menjadi kehidupan yang benar-benar mulia, bahkan di hadapan manusia.

Hanya berselang sekitar enam tahun dari masa-masa sulit itu, ia telah kembali ke kota asalnya dan menundukkan seluruh warga yang memusuhi dan bahkan mengharap kematiannya. Ia membuat seluruh warga hanya bisa pasrah menanti hukuman apa pun buat menebus kesalahannya terdahulu. Tapi, ia justru membalas kejahatan orang-orang itu dengan memberinya kebebasan, karena ia, Muhammad SAW.

Kisah hijrah bukan hanya menjadi salah satu penggalan paling dramatis dalam kisah Sang Nabi. Kisah itu juga tak berhenti menyebarkan pelajaran berharga bagi setiap manusia sepanjang masa: Hijrahlah, kau akan menjadi pemenang! Hijrahlah, kau akan sukses! Pelajaran itu sudah dibuktikan oleh umat manusia dari masa ke masa, dari satu benua ke benua lainnya.

Orang-orang hijrah menuju Tanah Harapan Amerika di abad ke-17 dan ke-18 umumnya adalah orang-orang yang dianggap kalah di Inggris atau di daratan Eropa. Sejarah menunjukkan bahwa mereka kemudian lebih berjaya ketimbang masyarakat yang ditinggalkannya. Mereka kemudian menjadi penguasa dunia saat ini.

Di Tanah Air seperti di Lampung, banyak pribadi sukses di masyarakat adalah mereka yang dulu adalah para transmigran. Transmigran pada umumnya adalah mereka yang terbilang miskin serta 'kalah' di daerah asalnya. Namun, mereka menjelma menjadi orang-orang yang sukses serta kuat di daerah baru yang dipijaknya. Mereka banyak yang lebih sukses dibanding warga setempat yang sudah turun-temurun menghuni wilayah itu.

Potret serupa juga terlihat di kebanyakan kota-kota besar di Indonesia. Mereka yang terbilang paling sukses umumnya adalah pendatang. Orang-orang yang secara nyata pernah mempertaruhkan hidup dengan melepas ketergantungannya pada siapa pun, termasuk pada kerabat, untuk mendapatkan kehidupan lebih baik. Hijrah hampir selalu mengantarkan kehidupan seseorang menjadi lebih baik. Sedangkan kegagalan hidup sering identik dengan ketidakberanian orang tersebut untuk hijrah.

Pesan besar seperti itu sebenarnya selalu berdering setiap tahun untuk mengingatkan semua tentang resep menjadi sukses. Namun, dering pesan tersebut sering tak terdengar tertutup rutinitas guliran waktu Qomariah yang memang makin terabaikan oleh peradaban. Padahal, ketika kita mau mendengarkan dering itu, lalu menyambutnya dengan berhijrah, akan luar biasa kehidupan yang dapat diperoleh.

Lalu mengapa kita enggan hijrah, baik hijrah pikiran, hijrah perilaku, maupun hijrah fisik hanya karena terus dibuai oleh 'zona nyaman' kita masing-masing. Mengapa kita tak mencoba hijrah yang kecil saja agar dapat menjadi sang pemenang di hari depan?

Selasa, 26 Mei 2009


RENUNGAN UNTUK PARA PEMUDA


Category: renungan


“Semoga Allah memberikan keberkahan kepada kedua mempelai di kala suka maupun duka.Serta menyatukan mereka berdua dalam kebaikan.”
Sungguh di antara hal-hal yang menggembirakan saat ini, kita lihat para pemuda muslim berhasrat kuat untuk menikah, meskipun banyak kesulitan yang harus mereka hadapi dan begitu besar biaya yang mereka tanggung. Hal itu tidak lain semata-mata karena keinginan mereka untuk mencari jalan yang halal, dan benar-benar untuk menjaga kesucian diri mereka, serta demi mewujudkan cita-cita membangun keluarga muslim yang akan menjadi salah satu bagian terpenting dalam membangun masyarakat, bahkan umat Islam seluruhnya.
1. Pernikahan Merupakan Petunjuk Para Nabi Dan Rasul ‘alaihimussalam.

Barangsiapa yang membencinya, sungguh dia telah menyelisihi sunnah dan menentang petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Demi Allah!! Sungguh aku Adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala di antara kalian. Tetapi aku berpuasa dan aku juga berbuka, aku shalat dan aku juga tidur , aku pun menikahi wanita-wanita. Barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka ia bukan termasuk umatku.” (Muttafaq ‘alaih).
2. Pernikahan Sebagai Realisasi Dari Memenuhi Panggilan Allah subhanahu wata’ala.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32)
3. Pernikahan Adalah Panggilan Fitrah.Barangsiapa yang meninggalkannya dan mencari selain dari itu, sungguh ia telah menyelisihi fitrah tersebut.

Dan barangsiapa yang menyelisihinya, niscaya ia berada di jurang kehancuran. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30)
4. Pernikahan Merupakan Salah Satu Nikmat Allah Yang Paling Agung Bagi Hamba-hamba-Nya, Jalan Menggapai Kasih Sayang, Langkah Menuju Bahagia, Tanda Kemapanan, Dan Sarana Untuk Meraih Anugrah.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21)
5. Pernikahan Adalah Jalan Syar’i Untuk Menyalurkan Kebutuhan Biologis Dan Syahwat Secara Halal.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al-Mu’minun: 5-7)
6. Pernikahan Sebagai Perisai Para Pemuda Dan Pemudi Dari Fitnah Dan Penyimpangan, Kefasikan Dan Kemaksiatan.Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan kepada para pemuda untuk segera menikah.

Sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam , “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian ada yang mampu menikah, maka hendaklah ia menikah. Sungguh ia (pernikahan) dapat lebih menahan pandangan dan dapat lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa. Sungguh ia adalah peredam baginya.” (Muttafaq ‘alaih).
7. Pernikahan Jalan Mudah Untuk Meraih Pahala Dari Allah subhanahu wata’ala.

Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabar kan kepada kita bahwa sebaik-baik infak adalah infak yang diberikan kepada istri dan keluarga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Satu dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dan satu dinar yang kamu infakkan untuk membebaskan budak, dan satu dinar yang kamu sedekahkan untuk orang miskin, dan satu dinar yang kamu infakkan untuk istrimu, maka yang paling utama adalah satu dinar yang kamu infakkan untuk istrimu.” (HR. Muslim).Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda pula kepada Sa’ad bin Abi Waqas radhiyallahu ‘anhu, “Sungguh tidaklah kamu menginfakkan suatu infak semata untuk mencari wajah Allah, melainkan kamu mendapatkan pahala padanya. Bahkan apa yang kamu letakkan pada mulut istrimu.” (Muttafaq ‘alaih).Dan yang lebih agung dari itu semua adalah pahala yang diberikan kepada suami dan istri tatkala melakukan hubungan intim (bersetubuh). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dan dalam persetubuhan kalian terdapat sedekah” Mereka bertanya, “Ya Rasulullah! Salah seorang di antara kami menyalurkan syahwatnya (kepada istrinya). Apakah ia mendapatkan pahala padanya?! Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Bagaimana menurutmu, seandai nya seseorang menyalurkan syahwatnya pada suatu yang haram, apakah ia berdosa? Maka demikian sebaliknya jika ia menyalur kannya pada suatu yang halal, ia mendapat kan pahala.” (HR. Muslim)
8. Pernikahan Yang Sukses Adalah Yang Dibangun Di Atas Dasar-dasar Syar’i Yang Benar.

Di antara dasar-dasar tersebut yang paling agung adalah keshalihan pasangan suami istri.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika datang kepadamu seorang lelaki yang kamu sukai (ridhai) agama dan akhlaknya, nikahkanlah ia (dengan putrimu), jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di muka bumi ini.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al-Albani).Seseorang bertanya kepada Al-Hasan rahimahullah, “Kepada siapa selayaknya aku menikahkan putriku?” ia menjawab, “Kepada lelaki yang bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala. Sesungguhnya jika ia mencintai putrimu, ia tentu akan memuliakannya. Dan jika ia membencinya, niscaya ia tidak akan berbuat aniaya terhadapnya.”Suami yang memiliki agama sudah barang tentu tidak akan berbuat zhalim terhadap istrinya saat ia marah, tidak mendiamkannya tanpa sebab, tidak bersikap buruk ketika mempergaulinya, dan juga tidak menjadi fitnah bagi istri/keluarganya dengan membawa sesuatu yang mungkar, atau alat-alat yang melalaikan (musik, orkes, film, dsb) ke dalam rumah. Akan tetapi ia akan berbuat dan bersikap seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam , “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah sebaik-baik kalian terhadap keluargaku”. (HR. Ibnu Majah)Maka sudah sepatutnya para wali perempuan untuk selalu melihat dan mengutamakan agama dan akhlak seorang lelaki yang akan menjadi suami bagi putrinya. Karena sesungguhnya seorang perempuan akan menjadi tawanan dengan pernikahannya tersebut. Sedangkan seorang wali yang menikahkan putrinya dengan lelaki fasik dan gemar berbuat maksiat/bid’ah, sungguh ia telah berbuat aniaya terhadap putrinya dan dirinya sendiri.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wanita dinikahi karena empat hal, yakni: Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka raihlah keberuntungan dengan memilih wanita karena agamanya, jika tidak, maka merugilah” (HR. Muslim).Seorang istri yang memiliki agama, ia senantiasa patuh kepada suaminya dalam segala hal, selain maksiat kepada Allah, menjaga dirinya dan harta suaminya, tatkala sang suami tak ada di sisinya. Ia tidak meninggalkan maupun mengabaikan hubungan suami-istri, tidak keluar rumah tanpa sepengetahuan suaminya, juga tidak berpuasa sunnah sedangkan suami sedang bersamanya, kecuali dengan izinnya. Dan ia tidak mengizinkan siapa pun yang tidak disukai suaminya masuk ke dalam rumahnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah seorang istri berpuasa (sunnah) sedangkan suaminya bersamanya, kecuali dengan idzinnya.” (Muttafaq ‘alaih).
9. Pernikahan Merupakan Kekuatan Umat, Membentuk Generasi-generasi Pemuda Baru Dan Dapat Menggentar kan Musuh-musuh Islam.

Pernikahan merupakan satu wasilah (sarana) untuk meningkatkan kuantitas (jumlah) umat dan memakmurkan bumi Allah subhanahu wata’ala. Oleh karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat menganjur kan untuk menikahi wanita-wanita yang memiliki banyak keturunan/subur (al-walud). Sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Nikahilah wanita yang penyayang lagi memiliki banyak keturunan (subur), maka sesungguhnya aku akan berbangga-bangga dengan kalian di depan umat lainnya pada hari Kiamat.” (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i dan Ahmad).
10. Pernikahan Sebagai Sarana Perkenalan dan Pertemuan Di Antara Beberapa Keluarga.Sehingga terjalinlah kasih sayang dan persaudaraan di antara kaum muslimin.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat: 13)Sejarah telah membuktikan, bahwa banyak suku dan bangsa yang dahulu tidak pernah akur, saling berseteru satu dengan yang lainnya, bahkan seakan menjadi permusuhan yang abadi dan peperangan yang tak ada akhirnya, maka tatkala terjadi pernikahan silang di antara suku-suku dan bangsa-bangsa yang berseteru tersebut, hilanglah permusuhan dan padamlah api kemarahan, berganti kasih sayang dan persaudaraan serta rahmat dan saling tolong-menolong di antara mereka. Wallahu a’lam.

Peran Media dalam Dakwah Islam


Media Komunikasi Modern (TV) sebagai Alat untuk Menghancurkan Sebuah Generasi.
Pakar komunikasi Rogers & Shoemaker menyatakan bahwa komunikasi adalah proses pesan yg disampaikan dari sumber kepada penerima. Komunikasi yg menyebar melalui media massa akan memiliki dampak vertikal (mengalami taraf internalisasi/penghayatan) apalagi jk para tokoh (opinion-leaders) ikut menebarkannya. Sementara pakar komunikasi lain, Lazarfield menyatakan bahwa jalannya pesan melalui media massa akan sangat mempengaruhi masyarakat penerimanya.
Peran merusak dari media komunikasi modern, khususnya TV terhadap sebuah generasi menurut penulis dapat dilihat dari dua aspek sbb :
Ø Aspek kehadirannya : Terjadinya perubahan penjadwalan kegiatan sehari2 dalam keluarga muslim dan muslimah. Sebagai contoh adalah, waktu selepas maghrib yang biasanya digunakan anak2 muslim/ah untuk mengaji dan belajar agama berubah dengan menonton acara2 yang kebanyakan tidak bermanfaat atau bahkan merusak. Sementara bagi para remaja dan orangtua, selepas bekerja atau sekolah dibandingkan datang ke pengajian dan majlis2 taâlim atau membaca buku, kebanyakan lebih senang menghabiskan waktunya dengan menonton TV. Sebenarnya TV dapat menjadi sarana dakwah yang luarbiasa, sesuai dengan teori komunikasi yang menyatakan bahwa media audio-visual memiliki pengaruh yang tertinggi dalam membentuk kepribadian seseorang maupun masyarakat, asal dikemas dan dirancang agar sesuai dengan nilai2 yg Islami.
Ø Aspek Isinya : Berbicara mengenai isi yang ditampilkan oleh media massa diantaranya adalah mengenai penokohan/orang2 yang diidolakan. Media massa yang ada tidak berusaha untuk ikut mendidik bangsa dan masyarakat dengan menokohkan para ulama ataupun ilmuwan serta orang2 yang dapat mendorong bagi terbangunnya bangsa agar dapat mencapai kemajuan (baik IMTAK maupun IPTEK) sebagaimana yang digembar-gemborkan, sebaliknya justru tokoh yang terus-menerus diekspos dan ditampilkan adalah para selebriti yang menjalankan gaya hidup borjuis, menghambur2kan uang (tabdzir) jauh dari memiliki IPTEK apalagi dari nilai2 agama. Hal ini jelas demikian besar dampaknya kepada generasi muda dalam memilih dan menentukan gaya hidup serta cita2nya dan tentunya pada kualitas bangsa dan negara. Produk lain dari GF yang menonjol dalam media TV misalnya, adalah porsi film2 yang Islami yang hampir2 boleh dikatakan tidak ada, 90% film yang diputar adalah bergaya hidup Barat, sisanya adalah film nasional (yang juga meniru Barat), lalu diikuti film2 Mandarin dan film2 India. Hal ini bukan karena tidak adanya film2 yg islami atau kurangnya minat pemirsa thd film2 islami, karena penayangan film the message misalnya menimbulkan animo yg luar-biasa dikalangan masyarakat atau film seperti Children of Heaven mampu mendapatkan award untuk film anak budaya terbaik dunia. Tetapi masalahnya memang lebih karena tidak adanya political-will dikalangan pengelola stasiun TV yg ada.

Ghazwul fikri [perang pemikiran]
Setidaknya ada beberapa cara yang digunakan pers Barat untuk menyebarkan berita-berita (news) dan opini/ide (views) yang mengeliminasi Islam. Yang pertama adalah tasykik, yaitu suatu upaya untuk menciptakan keragu-raguan dan pendangkalan kaum Muslimin terhadap agamanya. Ujung-ujungnya, hal itu sanggup meruntuhkan keyakinan umat Islam dalam mempercayai Islam yang berlandaskan al-Qur'an dan Sunnah. Kemudian cara yang kedua adalah tasywih, yakni upaya untuk menghilangkan kebanggaan kaum Muslimin terhadap Islam dengan cara memberikan gambaran Islam secara buruk. Islam itu sadis, kejam, dan mengajarkan terorisme. Hal ini akan membuat kaum muslinin rendah diri dan pesimis atas agamanya sendiri.
Berikutnya yang ketiga adalah tadzwib, yaitu upaya pelarutan budaya dan pemikiran dari kaum muslimin, sehingga tak ada jarak antara pemikiran dan budaya Islam dengan pemikiran dan budaya bukan Islam, tidak jelas mana hitam yang bathil dan mana putih yang haq, semuanya “diabu-abukan”. Hal ini yang mendasari menancapnya pluralisme dan sinkretisme di benak kaum muslimin. Dan yang keempat adalah taghrib, yakni upaya untuk mengeringkan nilai-nilai Islam dari jiwa kaum muslimin dan mengisinya dengan nilai-nilai barat yang hedonis, salibis-zionis hingga atheis. Empat senjata inilah yang terus ditikamkan oleh pers Barat ke tubuh kaum muslimin.
Sayangnya kita belum memiliki perisai yang cukup tangguh untuk menghindari tikaman senjata itu. Kita lebih sering terluka dan melawan dengan tertatih-tatih menghadapi serangan mereka. Tidak banyak diantara kaum muslimin yang sadar akan lemahnya umat Islam di dunia pers dan penguasaan dunia jurnalistik. Masih sangat sedikit diantara para pecinta Rasulullah yang sadar bahwa bahasa tulis bisa melintasi dimensi waktu lebih lama, melewati batas ruang lebih mudah, dan tercerap lebih mudah di benak karena visualisasi teks yang dibaca.
Harusnya kita tahu peran strategis penguasaan media massa dalam dakwah Islam. Gara-gara dibantu kekuatan pers, Lenin mencapai titik puncak gerakan revolusi di Uni Soviet dan berkata, “Waspadalah terhadap kekuatan pers!”. Sementara itu, J.F. Kennedy, salah satu dari beberapa presiden Amerika Serikat yang tewas terbunuh saat berkuasa justru menyatakan bahwa ia lebih takut kepada seorang wartawan ketimbang seribu tentara. Bahkan jauh-jauh hari, Sayyidina Ali karomaLlahu wajhah pernah berkata, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”, karena, masih kata beliau, “Tulisan adalah tamannya para ulama”. Jadi, sudah saatnya kita mengambil alih dominasi Barat dalam dunia pers kita, khususnya dalam menghindarkan kaum muslimin dari empat senjata pers Barat yang telah tersebut tadi. Allah berfirman, “Oleh sebab itu, siapa saja yang menyerang kalian, seranglah dia, seimbang dengan serangannya terhadap kalian.” (QS al-Baqarah [2]: 194), dan juga, “Persiapkanlah untuk (menghadapi) mereka kekuatan apa saja yang mampu kalian (persiapkan), dan juga menambatkan kuda. Dengannya, kalian akan bisa menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian.” (QS al-Anfal [8]: 60).
Harus diingat bahwa dakwah Islam harus dikerjakan secara profesional. Betul, karena jika dakwah tidak dilakukan dengan profesional, akan terbuktilah ucapan Imam Ali ibn Abi Thalib, “Al-Haqq bi la nidzam yaghlibuhu al-bathil bi al-nidzam”, kebenaran yang tidak di-manage secara profesional akan dihancurkan oleh kebatilan yang di-manage secara profesional. Inti profesionalisme ada tiga, yaitu: (1) kafa’ah, maksudnya cakap atau ahli dalam profesi yang dilakukan; (2) himmatul-‘amal, adalah memiliki semangat atau etos kerja yang tinggi; dan (3) amanah, yakni bertanggung jawab dan terpercaya dalam menjalankan setiap tugas atau kewajibannya.
Maka dalam menajamkan peran pers Islam, setidaknya harus dilakukan langkah-langkah berikut:
Memberikan pemahaman pada kaum muslimin akan perang pemikiran yang dilancarkan musuh-musuh Islam untuk membinakan Islam.
Menyadarkan kaum muslimin akan peran strategis pers dalam membentuk pemahaman umum, dan lemahnya pers Islam kini.
Meningkatkan kemampuan kaum muslimin dalam menulis, mengelola pers dan menciptakan inovasi-inovasi dalam dunia jurnalistik.
Mengajak seluruh komponen umat untuk bekerjasama menajamkan peran pers untuk dakwah Islam, bagi yang mampu mendanai memberikan bantuan finansial, bagi pemerintah memberikan kemudahan dan fasilitas yang memadai dan bagi insan pers muslim berusaha keras untuk melawan dominasi news dan views Barat.
Dimulai dari yang kecil, dimulai saat ini, tapi mari kita mulai bersama-sama.
InsyaALlah, jika hal tersebut dipahami dan dilakukan kaum muslimin, maka perisai kita akan sanggup menghadapi tebasan senjata pers Barat.


Pembentukan Opini
Islam terus dikesankan sebagai ajaran yang angker. Tak diragukan lagi, upaya ini ditopang oleh media-media massa Barat secara kolektif. Media-media barat dapat dikatakan sebagai eksekutor konspirasi Islamphobia. Hal ini lah yang membuat kalangan budaya dan media-media massa dunia Islam gencar mereaksi propaganda Barat yang menyudutkan Islam. Terkait hal ini, konferensi yang mengangkat topik, Tugas Kolektif Media-Media Massa dan Teknologi Informasi dalam Meluruskan Informasi Islam, digelar di Tunisia pada tanggal 5 hingga 7 Mei. Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization (ISESCO) sebagai penyelenggara konferensi tersebut, berupaya menentukan visi bersama di kalangan media-media massa dunia Islam, dalam rangka menghadapi segala bentuk Islamphobia yang dikembangkan oleh Barat.
Di Barat, khususnya di AS dan negara-negara Eropa, berbagai media massa dimanfaatkan untuk menghantam ajaran Islam. Hingga kini, beberapa film bioskop dan televisi yang menghina Islam, telah ditayangkan. Sebagai contoh, film Fitna adalah salah satu film yang benar-benar menyimpangkan Islam dan Al-Quran. Lebih dari itu, berita-berita minor sedemikian rupa dikemas media-media massa Barat untuk mengambarkan penganut ajaran Islam yang radikal dan terbelakang. Hal itu dapat dilihat dari pemberitaan minor dan penyimpangan fakta yang terjadi di Palestina, Irak dan Afghanistan. Media-media Barat dari koran, radio hingga televisi, secara kompak mempropagandakan anti Islam melalui artikel dan karikatur-karikatur yang mendiskreditkan agama ini. Denmark adalah negara yang cukup diikenal mempublikasikan karikatur penghinaan terhadap Nabi Besar Muhammad Saw, bahkan hal itu dilakukan hingga beberapa kali.
Kini, ummat Islam sangat menyadari bahwa media dapat dijadikan sebagai salah satu alat untuk menghadapi propaganda anti Islam. Melalui media, ummat Islam juga dapat meng-counter isu-isu minor yang memojokkan agama ini. Dengan demikian, ummat Islam menggunakan senjata yang juga digunakan oleh Barat dalam menyerang Islam, yaitu media. Salah satu contoh untuk mencerminkan wajah Islam yang sebenarnya adalah membuat film kehidupan Rasulullah Saw dengan mencerminkan budi bekerti dan akhlak mulia sosok ini, khususnya perilaku beliau Saw dengan pemeluk agama lain. Selain itu, hal yang juga dapat dilakukan adalah penulisan buku, makalah dan wawancara dengan para pakar yang mengulas tentang potensi ajaran Islam untuk menyelesaikan problema manusia yang sekaligus menjawab isu-isu miring tentang agama langit ini. Meski sebagian agenda dalam meng-counter propaganda anti Islam sudah dilakukan, namun upaya itu masih belum cukup menyusul propaganda luas Barat yang terus menyuarakan anti Islam.
Untuk menghadapi serangan media Barat terhadap Islam, kendala utama adalah tidak adanya koordinasi antarmedia Islam. Pada saat yang sama, media-media Barat secara kompak menyudutkan Islam. Sebagai contoh, tidak lama setelah koran Denmark mempublikasikan karikatur penistaan terhadap Rasulullah Saww, koran-koran Barat lainnya melakukan hal yang sama. Ditambah lagi, propaganda anti Islam dipublikasikan media-media Barat dengan menyebutkan berbagai alasan dan justifikasi. Semua itu dilakukan oleh media-media massa Barat dengan koordinasi yang baik. Namun sangat disayangkan, koordinasi antarmedia tidak ditemukan di dunia Islam.
Salah satu kendala lain yang dihadapi media-media Islam adalah tidak adanya sensitivitas dalam mendakwahkan Islam. Sangat disayangkan pula, media-media Islam tidak mempunyai kepercayaan diri dalam menghadapi propaganda anti Islam, bahkan menilai pembelaan atas Islam sebagai hal yang bukan bagian dari tugasnya. Padahal konsumen mereka adalah ummat Islam sendiri yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama mereka.
Konferensi Tugas Kolektif Media-Media Massa dan Teknologi Informasi dalam Meluruskan Informasi Islam di Tunisia mengimbau media-media Islam untuk bersikap tidak acuh dalam menghadapi propaganda anti Islam. Akan tetapi hal yang harus diperhatikan bahwa upaya pengenalan nilai dan budaya Islam membutuhkan konsentrasi dan spesialiasi di bidang ini. Hal ini juga harus diimplementasikan oleh para pakar Islam. Sebab, pengenalan yang salah sama halnya mencoreng wajah Islam itu sendiri.
Para peserta konferensi media yang digelar di Tunisia, juga menginginkan pengoperasian televisi yang menayangkan dialog antartokoh agama dan cendikiawan. Dengan cara itu, batas kebebasan berpendapat dapat diperjelas dan segala langkah yang bersifat pelecehan atas Islam, tidak dibenarkan. Sebab, Barat dengan alasan kebebasan berpendapat membenarkan segala ekspresi. Melalui alasan itu, media-media Barat menghina Nabi Besar Muhammad Saww dan melecehkan nilai-nilai islam yang diyakini oleh lebih dari satu setengah milyar warga dunia.
Di konferensi itu juga dirancang kinerja untuk program pendidikan dan dakwah dalam menghadapi dampak-dampak Islamphobia. Salah satu programnya adalah menyisipkan mata kuliah di kampus-kampus mengenai metode anti Islam yang diterapkan Barat dan cara menghadapinya.
Saat ini, media-media Islam mempunyai peran penting dalam menghadapi propaganda anti Islam yang digembar-gemborkan Barat. Meski media-media Islam mempunyai fasilitas yang terbatas, namun mereka bisa melakukan koordinasi yang lebih bagus guna mencerminkan wajah Islam yang sebenarnya. Melalui koordinasi yang kokoh, ambisi media-media Barat dalam memojokkan Islam dapat diantipasi dengan baik.
ü Penutup
Terakhir, perlu diketahui bahwa penjajahan melalui media komunikasi adalah jauh lebih jahat dan berbahaya dari penjajahan fisik. Dari sisi biaya, peperangan fisik membutuhkan biaya yg sangat mahal, sementara peperangan media hanya membutuhkan biaya yg murah dan bahkan dapat dikembalikan (melalui iklan). Dari sisi persenjataan yg digunakan, peperangan fisik menggunakan berbagai senjata canggih yg mahal dan berat, sedangkan peperangan media cukup menggunakan film2, diskusi topik dan iklan. Dari sisi jangkauan, peperangan fisik hanya dibatasi di front2 pertempuran saja, sementara penjajahan media bisa sampai ke setiap rumahjauh di pelosok2 dan di pedalaman. Terakhir dari sisi obyek, dlm peperangan fisik obyek merasakan dan mengadakan perlawanan, sementara melalui peperangan media obyek sama sekali tidak merasa dan bahkan menjadikan penjajahnya sebagai idola. Maka menghadapinya, hanya sebagian kecil orang yg dirahmati ALLAH SWT sajalah yg mampu bersikap mawas, lalu berdisiplin melakukan filterisasi serta terus berjuang membebaskan masyarakat dari makar yg luar-biasa hebatnya ini, Maha Benar ALLAH SWT yg telah berfirman : DAN SUNGGUH MEREKA ITU TELAH MEMBUAT MAKAR YG AMAT BESAR, DAN DISISI ALLAH-LAH (BALASAN) MAKAR MEREKA ITU. DAN SESUNGGUHNYA MAKAR MEREKA ITU HAMPIR-HAMPIR DAPAT MELENYAPKAN GUNUNG-GUNUNGPUN (KARENA BESARNYA). (Ibrahim, 14:46). Maka ambillah pelajaran wahai orang2 yg berakal…

Selasa, 19 Mei 2009

Umat Islam Dipersimpangan Jalan
"Dibawah kemanakah Umat Paska Pilpres...?"

Akbar S. Ahmed (1992) pernah mengungkapkan, "tidak ada ancaman yang lebih gawat terhadap eksistensi masyarakat Islam daripada ancaman serbuan media Barat". Pada hakekatnya, serbuan media Barat ini jauh lebih berbahaya dari masa kolonial di abad yang lalu. Bagi kaum muslimin, media Barat mengancam pada titik yang paling dasar dari kehidupan keluarga Muslim.

Baik disadari ataupun tidak. Perkataan kita, kebiasaan kita, canda tawa kita, tidak akan jauh berbeda dengan apa yang kita dengar, lihat dan saksikan di media massa, televisi misalnya. Secara tidak langsung juga, pola hidup dan tingkah laku kita dibawah bimbingan media massa yang senantiasa menyertai dan melingkupi kehidupan kita saban hari. Dan tentunya, sosok remaja muslim termasuk salah satu sasaran yang paling empuk sistem paradaban modern tersebut.

Generasi muda yang terjerumus dalam seks bebas juga tidak kalah mengerikan. Hasil temuan FKM Unair menyebutkan bahwa pengidap AIDS terbanyak di kalangan remaja. Dari 100 responden remaja yang diteliti, FKM mendapatkan kesimpulan bahwa 22,9 persen remaja usia 15 hingga 19 tahun telah terkana virus HIV/AIDS. Sedangkan remaja usia 20 hingga 24 tahun yang tejangkit mencapai 77,1 persen. Fantastis dan sungguh mengerikan ! (Republika, 18/11/1997).

Tawuran remaja bukan sekedar kasus satu dua lagi, tetapi sudah merupakan "trend" remaja-remaja SMU maupun SMP. Bahkan mahasiswa yang kita anggap sudah matang cara berfikir dan bertindaknya, beberapa waktu yang lalu, juga ikut-ikutan tawuran. Sungguh-sungguh sangat memalukan!

Tapi, pemuda apa selalu begitu, selalu terpojokkan dengan tuduhan mendiskreditkan tanpa syarat. In fact, ada juga remaja atau generasi yang masih mendapat gelar pemuda harapan. Kita tengok revolusi Perancis yang menumbangkan kekuasaan Monarkhi, siapakah penggeraknya? Perjuangan pro demokrasi RRC atau Birma, penggeraknya adalah para pemuda. Pemuda Michael Gorbachev ketika berusia 18 tahun menulis "Lenin adalah ayahku, guruku dan Tuhanku". Demonstrasi kolektif menuntut adanya reformasi Indonesia, notabene juga para mahasiswa yang pemuda.
Di negerinya Mak Lampir ini, Islam menjadi representatif Indonesia, ketika Indonesia baik maka baiklah Islamnya, ketika Indonesia tertuduh maka tertuduhlah Islam. Artinya ketika terjadi krisis generasi, maka Islamlah representatif itu semua. Sebab mayoritas pemuda yang sudah tercoreng keburukannya adalah orang islam, anaknya orang Islam, saudaranya orang Islam. Pertanyaanya kemudian, sebagai saudaranya, apakah kita diam menyaksikan pemandangan yang tentu tidak sedap dipandang itu? Apakah kita menunggu diri kita juga ikut terjerat bersama jaring-jaring laba-laba yang sudah pasti sangat lemah dan tidak bisa diharapkan itu? Dan apakah Islam tidak memiliki formula bagi kasus yang sudah terlanjur dibiarkan meradang tersebut?

Tidak Memandang Sebelah Mata

Dalam Al-Qur'an terdapat banyak kisah keberanian pemuda. Ada pemuda Ashabul Kahfi, pemuda Musa, Pemuda Yusuf yang terkenal ketampannya dan menggiurkan naluri seks isteri raja. Juga pemuda Ibrahim yang dengan gagahnya menentang sesembahan Ayah dan kaumnya pada waktu itu (Qs. Al-Anbiya 60, As-Syu'ara 72, Al-Anbiya 58). Rasulullah sendiri ketika diangkat sebagai Rasul masih kategori pemuda, para sahabat yang dibina Rasulullah di Darul Arqam juga para pemuda. Diantaranya Ali bin Abi Thalib (8 th), Thalhah (11 th), Arqam (12 th), Abdullah bin Masud (14 th) yang akhirnya terkenal sebagai ahli tafsir. Sa'ad bin Abi Waqash (17 th) panglima perang yang menundukkan Persia. Ja'far (18 th), Zaid bin Haritsah (20 th) Usman bin Affan (20 th) dll. Pemuda macam tersebut diatas yang hidupnya didedikasikan hanya untuk kejayaan dan kemuliaan Islam, pemuda seperti itulah yang sanggup memikul beban dakwah dan bersedia berkorban menghadapi berbagai siksaan dengan penuh kesabaran. Bukan pemuda yang lembek, yang tergiur dengan kerlap-kerlipnya dunia, yang mabuk dengan kebebasan, yang fly dengan aneka aktivitas tiada guna.

Meskipun kita hanya punya mata sebelah misalnya, tapi tidak berarti kita boleh memandang persoalan ini dengan sebelah mata, artinya bahwa fakta empiris generasi kita tidak bisa dipandang enteng. Sebab sebagaimana sudah menjadi hal yang maklum bahwa ditangan pemudalah harapan Islam. Tidak bisa ketika terjadi krisis generasi diselesaikan hanya dengan memberi penyuluhan, seminar, diskusi baik tentang seks atau narkoba, tapi perlu keseriuasan semua pihak mulai dari individu, masyarakat dan negara tentunya. Keseriusan itu berbanding lurus dengan prospek kejayaan Islam.

Dulu, Syafii muda telah hafal Al-Qur'an pada usia 9 tahun, Hasan Al-Banna mendirikan gerakan Ikhwanul Muslimin pada usia 23 tahun. Usamah bin Zaid pada usia 18 tahun telah memimpin pasukan perang. Kini kira-kira apa yang tengah dilakukan dan dipikirkan oleh remaja berusia 8 hingga 18 tahun dan pemuda berusia 23 tahunan? Kalau bukan foya-foya, hapy-hapy, menikmati masa muda, buat apa susah-susah mikirkan Islam, khan sudah ada pak ustad, kyai, haji, itu mungkin kira-kira bantahan mereka. Padahal kalau mereka tahu, apa Islam itu sekedar urusannya mbah kyai, mas ustad ataupun pak haji, kalau para ustad, haji dan kyai itu sudah tidak ada siapa yang meneruskan perjuangan Islam, siapa generasinya kalau bukan para pemuda yang sekarang masih duduk di bangku sekolah, yang sukanya tawuran itu.

Jelas dan sangatlah jelas, diperlukan kebangkitan umat khususnya dari kaum mudanya, bila diinginkan kejayaan Islam, diperlukan pemuda Islam sekualitas para sahabat, yang memiliki komitmen tauhid yang lurus, keberanian menegakkan kebenaran, sebagaimana ditunjukkan para sahabat, Rasulullah Saw. atau pada kisah Ibrahim muda. Serta memiliki ketaatan kepada Islam yang tanpa reserve. Dengan dorongan peran pemuda, perjuangan Islam akan berlangsung lebih giat sehingga Islam niscaya akan kembali tegak. Ingatlah, firman Allah Surat An-Nuur 55

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan yang mengerjakan amal sholeh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi ini sebagaimana telah dia jadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoinya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan mereka) sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku"
Pemuda atau generasi Islam adalah mereka yang bisa berpikir kritis, tidak menelan begitu saja pil kebebasan yang bagaikan bola salju yang terus mengelinding dan membesar, tapi pemuda Islam yang bisa menjadikan Islam sebagai satu-satunya standar perbuatan dan pemikiran, kalau tidak generasi kita malah ikut tergilas bersama bola salju kebebasan, sehingga yang tersisa hanya generasi Islam yang tulalit, lamban dalam memutuskan sikap, bahkan sudah sampai pada tahapan tidak bisa memutuskan hukum, tidak punya kepribadian alias manut-manut grubyug.

Trus, kalau udah tahu kondisi umat Islam amat diperhitungkan, pada ngapain kita sebagai generasinya? Diam, berpangku tangan, nunggu bulan jatuh. Tentu tidak, sebagai orang yang cerdas yang ngerti satu tambah satu adalah dua, maka kamu musti berpikir kritis, artinya, kamu kudu merenungkan apa yang dikatakan Syekh Taqiyudin dalam kitab Nidzomul Islam, bahwa manusia itu tingkah lakunya berubah karena pemahamannya terhadap sesuatu berubah. Jadi kalau si Bejo, belum kenal sama si Tejo maka Bejo bersikap lain, tidak sama ketika Bejo sudah kenal ama si Nuno tetangga sebelahnya, mau dipukul, ditendang, diludahi, itu urusan si Bejo ama Nuno yang memang sudah kenal dekat. Coba kalau Bejo nendang si Tejo, bakalan di gampar atau bahkan dilaporkan ama Pak Hansip dikira Bejo kumat gilanya.
Kebangkitan, apaan itu?

Kalau kebetulan kamu suka tidur molor, sering kehilangan subuh, trus emakmu marah, dan nyiramin air ke muka kamu, supaya kamu bangun, itu belum bisa dikatakan bangkit. Kebangkitan yang dimaksud disini adalah seperti Ust. Hafizh Sholeh mensinyalir dalam kitabnya An-Nahdlah bahwa kebangkitan adalah mereka yang mempunyai pemikiran-pemikiran yang tinggi (Al fikr raqiy) atau dalam kitab hadits as-shiyam disebutkan bahwa An-Nahdlah itu mengacu pada meningkatnya taraf berfikir. Jadi kebangkitan itu bukan disebabkan oleh harta (baca : ekonomi) buktinya banyak anaknya orang kaya tapi nggak mau bangkit, hanya ngandalin harta orang tuanya, tapi bukan berarti uang tidak penting, uang tetap penting tapi tidak yang terpenting. Kebangkitan juga bukan karena akhlak mulia, buktinya si Upik anaknya Pak Haji Somat yang sekolah di IAIN ternyata hamil sebelum nikah, juga bukan berarti akhlak tidak perlu, akhlak tetap perlu, tetapi yang menjadi permasalahan kita mengenai pencarian hal utama yang menjadi faktor penentu suatu kebangkitan.

Kita sebagai remaja muslim yang mengebu-gebu untuk mewujudkan An-Nahdlah dikalangan kaum muslimin karena siapa yang menangkap tongkat estafet kalau bukan kita sebagai generasi mudanya, maka yang harus kita benahi adalah cara berfikir, hanya orang-orang yang mau menggunakan akalnya sajalah yang dapat maju. Kalau dikelasmu ada teman, sukanya tidur melulu, nggak pernah nyimak pelajaran, dan suka pinjem catatan teman tapi tidak dibaca, dijamin deh ulangannya pasti sering ngelirik punyanya tetangga alias nyontek.

Nah, itulah contoh orang yang tidak pernah menggunakan akalnya alias nggak mau maju, orang seperti itu tidak akan bangkit. Walaupun dia anak orang kaya yang kalau ke sekolah bawaanya mercy, habis itu dirumah dia punya laptop yang super canggih, bokapnya juragan bawang yang tersohor di kampungnya, dan makanan saben hari sudah pasti mengandung 4 sehat 5 sempurna, tetap saja dia akan jadi anak malas, kalau tetap tidak mau menggunakan akalnya, mendingan ke laut aja, lah, men. Demikian pula umat Islam saat ini, meskipun potensi SDA sangat melimpah, tapi Freeport menggali emas di Jayawijaya, kita hanya diam. Karenanya satu-satunya cara adalah dengan bangkit dari tidur pulasmu, berangkat mandi, biar fress menatap masa depan, ibaratnya gitu.

Kebangkitan yang shahih (benar) yang diletakkan atas asas/pemikiran yang mengaitkan segala aktivitas manusia dengan Allah SWT, sebagai Pencipta, Pengatur dan Pemusnah terhebat, serta mengaitkan pula dengan perintah-perintah dan larangan-laranganNya yang termaktub di Al-Qur'an maupun Hadits. Dengan menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan kebangkitan maka kita bisa mandiri dan terbebas dari intervensi asing, Allah SWT menjamin tegaknya Islam dan kehancuran kekafiran :

"Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah, dan kalimat Allah itulah yang tinggi, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At-Taubah 40).
Ente, jangan merasa puas kalau sholat lima waktunya nggak pernah bolong, sudah sering shodaqoh, puasa sunnahnya nggak pernah absen, itu belum cukup. Kamu harus menegakkan kalimat Allah. Nah, bagaimana Islam itu bisa tegak kalau kita disini cuman sibuk main basket, nonton konser, main PS, chating apalagi pacaran. Juga jangan berbangga hati bisa baca Al-Qur'an fasih, hafal ayat-ayatnya tapi nggak mau pakai jilbab, masih muja-muja Westlife. Pokoknya kita harus intergral, harus kaffah menjadi orang Islam.

Barangkali, kamu mengatakan mustahil Islam untuk bangkit dan mengalahkan musuh-musuh Islam, macam negerinya George W. Bush. Jangan pesimis dulu, kekuatan seorang muslim bukan cuma bertumpu pada kekuatan fisik doang, tapi ada kekuatan ruhani (quwatul ruhiyah) yakni kekuatan yang didorong oleh iman, ingat cerita perang Badar, pasukan Islam cuma 300 orang, bisa mengalahkan 1000 orang kafir quraisy yang bersenjata lengkap. Nggak jamin deh, yang punya badan gedhe selalu menang, coba aja kalau ada temanmu yang punya berat 3 kuintal, ajak balap lari, pasti baru 10 langkah, napasnya sudah senin kemis. Nah, ketika memperjuangkan Islam tidak usah ragu-ragu, Allah tidak akan pernah menyalahi janjinya koq :
"Dialah yang mengutus rasulnya dengan petunjuk, agama yang benar, untuk mengalahkan seluruh dien (agama/ajaran) (Qs. Al Fath )

Meniti Langkah Menuju Khoiru Ummat

Seperti yang kita geber diatas, bahwa landasan kebangkitan musti Aqidah Islam yang bertujuan untuk melanjutkan kehidupan islam dengan terealisasinya syariat Islam secara paripurna di seluruh dunia, maka diperlukan langkah riil pula untuk mencapainya. Pertama, hendaknya setiap remaja muslim yang menyadari kewajiban dakwah, memahami islam sebagai suatu mabda' (ideologi) yang darinya terpancar hukum-hukum syara' yang harus eksis sebagai tolok ukur dan dalam pemecahan segala problem aspek kehidupan. Kedua, remaja muslim kudu sadar akan tugasnya dalam dakwah menegakkan kalimat Allah di seluruh pelosok dunia yang karenannya dakwah tidak mungkin bisa sendiri-sendiri tapi harus mengupayakan bersama secara sistematis. Ketiga, remaja muslim musti mantap dalam tsaqofah Islamiyyah agar mampu melakukan pergulatan pemikiran, untuk menangkal berbagai ide-ide yang bertentangan dengan Islam di tengah-tengah masyarakat dan dapat memberikan sanksi Islam terhadap masalah yang ada.

Layaknya, pendekar, tentu mereka mempunyai padepokan, nah padepokan para remaja islam adalah majelis atau halaqah-halaqah, tempat kita mengais-ngais tsaqofah Islam, meramu jurus-jurus yang bakal kita mainkan nantinya. Maka, kamu kudu menimba air eehhhhhh… maksudnya menimba ilmu ilmu keislaman, meluruskan barisan, dan mulai senantiasa memikirkan kepentingan umat Islam. Bagaimanapun juga, harapan umat Islam terletak di tangan kita, maka kita harus eratkan genggaman tangan kita dengan sesama muslim, kita hadang perubahan di masa depan, karena kita sebagai agent of change.

"Perkara ini (Islam) akan merebak di segenap penjuru yang ditembus malam dan siang. Allah tidak akan membiarkan satu rumahpun, baik gedung maupun gubug melainkan Islam akan memasukinya sehingga dapat memuliakan agama yang mulia dan menghinakan agama yang hina. Yang dimuliakan adalah Islam dan yang dihinakan adalah kekufuran" (HR. Ibnu Hibban)

Kepemimpinan Nasional
Dan Konsep Kepemimpinan dalam Islam

Kepemimpinan itu wajib ada, baik secara syar’i ataupun secara ‘aqli. Adapun secara syar’i misalnya tersirat dari firman Allah tentang doa orang-orang yang selamat :)) واجعلنا للمتقين إماما )) “Dan jadikanlah kami sebagai imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertaqwa” [QS Al-Furqan : 74]. Demikian pula firman Allah أطيعوا الله و أطيعوا الرسول و أولي الأمر منكم )) )) “Taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul dan para ulul amri diantara kalian” [QS An-Nisaa’ : 59]. Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang sangat terkenal : “Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya”. Terdapat pula sebuah hadits yang menyatakan wajibnya menunjuk seorang pemimpin perjalanan diantara tiga orang yang melakukan suatu perjalanan. Adapun secara ‘aqli, suatu tatanan tanpa kepemimpinan pasti akan rusak dan porak poranda.

Kriteria Seorang Pemimpin

Karena seorang pemimpin merupakan khalifah (pengganti) Allah di muka bumi, maka dia harus bisa berfungsi sebagai kepanjangan tangan-Nya. Allah merupakan Rabb semesta alam, yang berarti dzat yang men-tarbiyah seluruh alam. Tarbiyah berarti menumbuhkembangkan menuju kepada kondisi yang lebih baik sekaligus memelihara yang sudah baik. Karena Allah men-tarbiyah seluruh alam, maka seorang pemimpin harus bisa menjadi wasilah bagi tarbiyah Allah tersebut terhadap segenap yang ada di bumi. Jadi, seorang pemimpin harus bisa menjadi murabbiy bagi kehidupan di bumi.

Karena tarbiyah adalah pemeliharaan dan peningkatan, maka murabbiy (yang men-tarbiyah) harus benar-benar memahami hakikat dari segala sesuatu yang menjadi obyek tarbiyah (mutarabbiy, yakni alam). Pemahaman terhadap hakikat alam ini tidak lain adalah ilmu dan hikmah yang berasal dari Allah. Pemahaman terhadap hakikat alam sebetulnya merupakan pemahaman (ma’rifat) terhadap Allah, karena Allah tidak bisa dipahami melalui dzat-Nya dan hanya bisa dipahami melalui ayat-ayat-Nya. Kesimpulannya, seorang pemimpin haruslah seseorang yang benar-benar mengenal Allah, yang pengenalan itu akan tercapai apabila dia memahami dengan baik ayat-ayat Allah yang terucap (Al-Qur’an) dan ayat-ayat-Nya yang tercipta (alam).

Bekal pemahaman (ilmu dan hikmah) bagi seorang pemimpin merupakan bekal paling esensial yang mesti ada. Bekal ini bersifat soft, yang karenanya membutuhkan hardware agar bisa berdaya. Ibn Taimiyyah menyebut hardware ini sebagai al-quwwat, yang bentuknya bisa beragam sesuai dengan kebutuhan. Dari sini bisa disimpulkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki dua kriteria: al-‘ilm dan al-quwwat.

Yang dimaksud dengan al-‘ilm (ilmu) tidaklah hanya terbatas pada al-tsaqafah (wawasan). Wawasan hanyalah sarana menuju ilmu. Ilmu pada dasarnya adalah rasa takut kepada Allah. Karena itulah Allah berfirman,”Yang takut kepada Allah diantara para hamba-Nya hanyalah para ulama” (QS. Faathir: 28). Ibnu Mas’ud pun mengatakan,”Bukanlah ilmu itu dengan banyaknya riwayat, akan tetapi ilmu adalah rasa takut kepada Allah”. Namun bagaimana rasa takut itu bisa muncul ? Tentu saja rasa itu muncul sesudah mengenal-Nya, mengenal keperkasaan-Nya, mengenal kepedihan siksa-Nya. Jadi ilmu itu tidak lain adalah ma’rifat kepada Allah. Dengan mengenal Allah, akan muncul integritas pribadi (al-‘adalat wa al-amanat) pada diri seseorang, yang biasa pula diistilahkan sebagai taqwa. Dari sini, dua kriteria pemimpin diatas bisa pula dibahasakan sebagai al-‘adalat wa al-amanat (integritas pribadi) dan al-quwwat.

Selanjutnya, marilah kita tengok bagaimanakah kriteria para penguasa yang digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini kita akan mengamati sosok Raja Thalut (QS. Al-Baqarah: 247), Nabi Yusuf (QS. Yusuf: 22), Nabi Dawud dan Sulaiman (Al-Anbiya’: 79, QS Al-Naml: 15).

Raja Thalut:

“Sesungguhnya Allah telah memilihnya (Thalut) atas kalian dan telah mengkaruniakan kepadanya kelebihan ilmu dan fisik (basthat fi al-‘ilm wa al-jism)” (QS. Al-Baqarah: 247).

Nabi Yusuf:

“Dan ketika dia (Yusuf) telah dewasa, Kami memberikan kepadanya hukm dan ‘ilm” (QS. Yusuf: 22).

Nabi Dawud dan Sulaiman:

“Maka Kami telah memberikan pemahaman tentang hukum (yang lebih tepat) kepada Sulaiman. Dan kepada keduanya (Dawud dan Sulaiman) telah Kami berikan hukm dan ‘ilm” (QS. Al-Anbiya’: 79).

“Dan sungguh Kami telah memberikan ‘ilm kepada Dawud dan Sulaiman” (QS. Al-Naml: 15).

Thalut merupakan seorang raja yang shalih. Allah telah memberikan kepadanya kelebihan ilmu dan fisik. Kelebihan ilmu disini merupakan kriteria pertama (al-‘ilm), sementara kelebihan fisik merupakan kriteria kedua (al-quwwat). Al-quwwat disini berwujud kekuatan fisik karena wujud itulah yang paling dibutuhkan saat itu, karena latar yang ada adalah latar perang.

Yusuf, Dawud, dan Sulaiman merupakan para penguasa yang juga nabi. Masing-masing dari mereka telah dianugerahi hukm dan ‘ilm. Dari sini kita memahami bahwa bekal mereka ialah kedua hal tersebut. Apakah hukm dan ‘ilm itu ?

Hukm berarti jelas dalam melihat yang samar-samar dan bisa melihat segala sesuatu sampai kepada hakikatnya, sehingga bisa memutuskan untuk meletakkan segala sesuatu pada tempatnya (porsinya). Atas dasar ini, secara sederhana hukm biasa diartikan sebagai pemutusan perkara (pengadilan, al-qadha’). Adanya hukm pada diri Dawud, Sulaiman, dan Yusuf merupakan kriteria al-quwwat, yang berarti bahwa mereka memiliki kepiawaian dalam memutuskan perkara (perselisihan) secara cemerlang. Al-quwwat pada diri mereka berwujud dalam bentuk ini karena pada saat itu aspek inilah yang sangat dibutuhkan.

Disamping al-hukm sebagai kriteria kedua (al-quwwat), ketiga orang tersebut juga memiliki bekal al-‘ilm sebagai kriteria pertama (al-‘ilm). Jadi, lengkaplah sudah kriteria kepemimpinan pada diri mereka.

Pada dasarnya, kriteria-kriteria penguasa yang dikemukakan oleh para ulama bermuara pada dua kriteria asasi diatas. Meskipun demikian, sebagian ulama terkadang menambahkan beberapa kriteria (yang sepintas lalu berbeda atau jauh dari dua kriteria asasi diatas), dengan argumentasi mereka masing-masing. Namun, jika kita berusaha memahami hakikat dari kriteria-kriteria tambahan tersebut, niscaya kita dapati bahwa semua itu pun tetap bermuara pada dua kriteria asasi diatas. Wallahu a’lamu bish shawaab.

Senin, 04 Mei 2009

Kemenangan Hakiki

"Innaa fatahnaa lakafathammubiinaa" (Al-Fath:I)
Artinya: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.
Sebagian ahli tafsir mengatakan asbabunnuzul ayat ini berkenaan dengan peristiwa fathu Mekah, ada juga yang menhgatakan peristiwa penaklukan Rumawi, namun sebagaian besar yagn lain mengatakan asbabunnuzul ayat ini adalah peristiwa perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan oleh Rosulullah dengan orang - orang kafir Qurais. peristiwa yang menurut sebagian besar pandangan sahabat Rosulullah masa itu sebagai peristiwa perjanjian yang merigikan dan kekalahan, namun lain menurut pandangan Allah SWT.

Paling tidak ada dua syarat kemenangan yang hakiki itu!!!
  1. Orisinilitas Iman tetap terjaga.
Apa gunanya menang tapi iman kita sudah tercampuri nida-noda syirik, apa gunanya menang tapi perkara yang haram kita langgar dsb. Banyak kasus caleg - caleg yang ingin jadi kemudian mendatangi tempat - tempat keramat, ada juga yang sudah jadi kemudian mandi kembang sebagai persyaratan katanya dan yang memalukan ternyata mereka beragama Islam.

2. Masih memegang teguh etika.
Rosulullah adalah yang terbaik etikanya, bahkan dalam saat genting sekalipun dia tetap berpegang teguh. Kita semua tahu bagaimana ketika Rosulullah ketika berperang, beliau tidak membunuh anak-anak dan perempuan, juga tempat Ibadah, bahkan tanaman yang mau berbuah, Rosulullah melarang untuk merusaknya. Maka sepatutnyalah bagi orang - oragn yang beriman itu menjaga etika dalam berkampanye, aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh KPU misalnya harus dipatuhi, apalagi aturan yang sifatnya berhubungan dengan aturan Allah, riswah/suap atau dalam bahasa kerennya Money Politik. Bukan hanya KPU yang melarang tapi Allah juga mengancam lewat sabda Rosul-Nya "Orang yang menyuap dan yang disuap, sama-sama dineraka". na'udzubillah tsumma na'udzubillah.

Saudaraku Pemilu sudah berlalu, penghitungan tinggal menunggu hasil, meski perkiraan suara sudah ada ditangan. Bisa jadi hasil tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Bisa jadi sangat jauh dibawah perkiraan angka dan bisa jadi diatas perkiraan angka. Sudah banyak sekali dampak yang terjadi dari hasil perkiraan tersebut yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, banyak media memberitakan banyak caleg yang lantas stress, bunuh diri, berbuat anarkis, menyegel pasar, menyegel rumah, bahkan menarik kembali barang pemberiannya. Semua itu bisa terjadi lantaran rasa frustasi dan kecewa terhadap seseorang, yang diharapkan memberikan dukungan ternyata malah memberikan dukungannya kepada pihak lain. Wajar saja mereka meluapkan emosinya seperti itu.

Mari kita bedah kenapa fenomena seperti itu bisa terjadi. Yang pertama yang saya sampaikan bahwa masyarakat masih memilih pemimpin itu seseorang yang memberkan imbalan akan pilihannya alias dibeli. Ini fenomena terbesar yang sedang melanda ditengah-tengah masyarakat. Siapa yang memberi dialah yang dipilih. Padahal bisa jadi ada orang yang memberi terlebih dahulu tapi tidak jelas akadnya, memberi ya sekedar memberi tidak ada beban psikologis untuk memberikan suaranya. Meskipun sama-sama memberi tapi beda persepsi.

Tidak ada teman yang sejati dan musuh yang abadi dalam berpolitik. Seiring dengan waktu maka semakin berganti pula arah politiknya. Bahkan politik ini tidak memandang apa dia saudara apa dia bukan, dengan politik seseorang bisa dibutakan mata hatinya.

Banyak fenomena yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, tugas seorang aktifis politik atau orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai demikrasi hendaknya senantiasa memberikan contoh dan pembelajaran bagaimana berpolitik yang ideal dengan tidak mengikuti arus politik yang membutakan. sebagai contoh tidak larut dalam ikut membagikan uang untuk kepentingan praktis, agar ia memilihnya.

Kemenangan tidak hanya diukur dari banyak nya prosentase perolehan suara. Melainkan kemenangan juga dilihat dari bagaimana ia berproses dalam menjalankan aktifitas politiknya. Kemenangan sejati adalah dimana ia menjalankan politiknya tanpa terkotori tangan-tangan yang melanggar aturan. Kemenangan sejati adalah dimana ia menjadi pilihan yang murni dari rakyat yang tak minta balas budi. Kemenangan sejati adalah dimana ia menjadi cahaya yang senantiasa menerangi dari gelapnya arus demokrasi. Kemenangan sejati adalah kemenangan yang bisa membawa berkah negeri ini, untuk bangkit kembali.
Wallahu 'a'lam bisshowaf.