Kamis, 08 September 2011

Kerja Untuk Perubahan Masyarakat



Oleh Ust. Rahmat Abdullah

Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah, 9: 105)

Kecenderungan sufi murung, sudah nampak sejak zaman Rasulullah SAW, namun selalu mendapat koreksi dari beliau. Suatu masa dalam suatu perjalanan pasukan kecil beliau, seorang mujahid terpesona oleh keindahan wahah (oase) di tengah padang pasir dengan rumpun kurma, sebongkah lahan produktif dan sumber air yang cukup untuk seumur hidup.

Oh, alangkah nikmatnya bila aku tinggal di sini, beribadah kepada Allah dan tidak perlu lagi kembali ke Madinah, sehingga aku bebas dari gangguan masyarakat atau mengganggu mereka. Rasulullah SAW segera mengoreksi : "Jangan lakukan hal itu, karena kedudukan kalian di jalan Allah sehari saja, menandingi 70 tahun tinggal dan beribadah di sini.”

Hari ini ribuan surat kabar, radio dan televisi dunia bekerjasama di berbagai kawasan untuk menyebarkan fasad (kerusakan). Menyedihkakan nasib si miskin, yang mampu beli TV, tetapi tak bisa makan. Hati mereka dibunuh sebelum jasad mereka dihancurkan senjata pamungkas. Kemana ribuan kader yang hanya menggerutu tanpa berbuat apapun kecuali gerutu? Apakah masyarakat dapat berubah dengan gunjingan dari mimbar masjid?

Hari ini rumah umat kebakaran, tidakkah setiap orang patut memberi bantuan memadamkan api walaupun hanya dengan segelas air, dengan pulsa, perangko dan kertas surat yang dikirimkan kepada pedagang kerusakan dan menegaskan pengingkarannya terhadap ulah mereka yang sangat menyengsarakan masyarakat dengan siaran dan penerbitan fasad, sebelum mereka mengirim darah dan nyawa mereka kesana ketika usaha santun tak lagi membawa hasil?

Banyak upaya dilakukan. Sebagian menyentuh kulit tanpa isi. Sebagian memaksakan pekerjaan berpuluh tahun dalam waktu sekejab mata. Sebagian membangun simbol-simbol tanpa peduli substansi dan tujuan untuk apa wahyu diturunkan. Mereka yang senantiasa tadabur Al Qur’an akan melihat keajaiban ungkapan. Ketika Allah mengisahkan kedunguan ahli kitab yang bangga dengan status zahir mereka, Ia menyebutkan :

“Mereka mengatakan, takkan masuk surga kecuali (yang berstatus) Yahudi atau Nasrani. Itulah angan-anagan mereka”.

Dan ketika Ia mengisahkan sikap keberagaman kaum beriman, disebutnya prestasi mereka :

“Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah seraya berbuat ihsan, maka baginya ganjarannya di sisi Tuhannya dan tiada ketakutan atas mereka, tiada pula mereka akan bersedih” (QS Al Baqarah:111-112)

Banyak orang mengandalkan nisbah diri dengan nama besar suatu organisasi atau jama’ah, berbangga dengan kepemimpinan tokoh perubah sejarah, namun sayang mereka tak pernah merasa defisit, padahal sama sekali tidak meneladani keutamaan mereka.” Barangsiapa lambat amalnya, tidak akan menjadi cepat karena nasabnya” (HR. Muslim)

Tidak ada komentar: