Rahmat per-definisi orang miskin adalah
kekayaan. Rahmat bagi orang tertindas adalah kebebasan. Rahmat bagi
penguasa adalah langgeng kekuasaan. Rahmat bagi pedagang adalah laris
daganganya. Rahmat bagi staf biasa adalah diangkat ke dalam jabatan.
Rahmat bagi petani adalah panen melimpah ruah. Dengan arti kata Rahmat adalah mendapatkan sesuatu yang belum dalam genggaman.
Lalu… yang sudah dalam genggaman ?, yang
setiap hari dinikmati ?. Apakah itu bukan ramhat ?. Mari kita uji :
Silahkan tahan nafas, hitung mulai dari 1 interval 1 detik saja. Berapa
hitungan kita mampu bertahan ?. Mungkin langka manusianya yang sampai
pada hitungan 60 (1 menit)
Menurut ilmu kesehatan, satu kali pernafasan menghirup udara
(kapasitas paru-paru) adalah 0,5 liter dengan kandungan oksigennya 20 %
dan rata-rata frekuensi pernafasan 15-18 kali per menit. Kita ambil
angka terbawah 15 kali. Denga asumsi harga oksigen di rumah sakit
Rp.1000,- perliter, mari kita kalkulasi harga bahan mentahnya.
- Satu kali pernafasan (0,5 liter) menghirup 0,1 liter oksigen, berarti dalam 1 menit = 1,5 liter.
- Dalam 1 jam menghirup oksigen : 60 menit x 1,5 liter = 90 liter
- Dalam 1 hari menghirup oksigen 24 jam x 90 liter = 2.160 liter
- Dalam 1 tahun menghirup oksigen 365 hari x 2.160 liter = 788.400 liter
- Jika umur saya saat ini adalah 45 tahun berarti telah menghabiskan oksegen sebanyak 27 tahun x 788.400 liter = 21.286.800 liter
- Nilai rupiahnya 21.286.800 liter x Rp. 1000 = 21.286.800.000,-
-
Angka yang fantastis 21 MILYAR rupiah
21 milyar lebih sudah saya menghabiskan
uang jika saya beli sendiri oksigen untuk pernafasan saya. Itupun harus
ditambah dengan biaya transportasi pergi membeli, beli tabung,
maintenance peralatan sedot dan segala macam. Belum lagi kalo oksigen
menghilang dari pasaran seperti pupuk untuk petani sekarang. Saya mau
cari kemana ?. Enam puluh detik saja menahan saya tak mampu. Kalau saya
ke kantor harus menenteng tabung oksigen. Kalau saya tidurpun harus
bersama tabung. Ke kamar mandipun harus mandi sambil selang oksigen di
hidung, kalau tidak begitu saya bisa terkapar di kamar mandi kehabisan
oksigen
Selama ini, saya menghirupnya dengan gratis.
Allah sebarkan oksigen dimana-mana untuk saya hirup. Dalam tidurpun
saya, DIA siapkan oksigen dalam selimut saya. Kemanapun saya pergi
disana sudah tersedia oksigen. Saya hirup sesuka hati saya, tanpa saya
fikirkan siapa yang punya.
Jika uang 21 Miyar ditagih
kepada saya sekarang ?. Jangankan sebayak itu, satu persennya saja uang
saya tidak cukup untuk membayarnya. Apakah sudah terfikirkan oleh saya
untuk membayar hutang itu ?. Yang saya fikirkan sekarang bagaimana
cicilan kredit Bank saya, yang kalau saya tidak angsur, barang saya akan
disita.
Itu baru oksigen, bagaimana dengan mata
?. berapa nilai pemandangan yang saya lihat untuk kehidupan saya. Coba
saja kalkulasi dengan biaya 1 kali nonton bioskop untk seumur hidup.
Tangan ?, kaki ?, telinga ?. Lebih dari itu nikmat kesehatan ?,
kalkulasikan dengan biaya rumah sakit, berapa rupiah harus kita
keluarkan semalam di ruang bangsal saja. Secanggih apapun kalkulator
kita tidak akan mampu lagi menampung digit hutang kita pada Allah. Bukankah itu RahmatNya ?
Mintak dibayarkah DIA ?. Pernahkah collectornya
menggedor pintu rumah kita dengan ancaman akan menyita barang kita jika
tidak dibayar ? seperti layaknya kita kredit cicilan sesuatu barang.
Dia hanya minta :
La inzakartum la azidannakum wa la in kafartum inna ‘azaabi la syadiid
Memuji namanya saja kita masih malas,
memuji sang pacar, atasan, dan jabatan kadang tak kenal waktu.
Nauzubillahi tsumma nauzubila. Untuk bersedekah masih menggerutu dalam
hati, … enak aja nikmati hasil pencarian saya. Kalo mau uang, usaha dong
! (dalam hati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar