Jumat, 04 Mei 2012

Masalah, Tidak Akan Menjadi Masalah, Jika Tidak Dipermasalahkan

Anda masih ingat dengan Amrozi cs?
Tersirat senyum di bibirnya ketika palu itu diketuk jua. Beberapa detik kemudian bahkan ia bangkit dan dengan pasti kepalan tangan itu mengangkasa diiringi gema takbir dari lantang suaranya. “Allahuakbar...” Seisi ruang sidang dibuat takjub oleh mereka. Sorot mata yang tajam itu jua bahkan kemudian menyaksikan sendiri kematian tubuhnya. Sebuah peluru akhirnya mengantarkan ia dan dua rekannya menghadap kharibaan-Nya. Ada sebuah hikmah manfaat yang bisa dipetik dari kisah perjalanannya. Ini tentang prinsif. Ini juga cerita tentang integritas. Keberanian menyatakan keyakinan. Dan yang paling penting adalah sebuah sikap ketika menghadapi permasalahan. Sebuah ungkapan bijak disampaikan seorang kawan dalam sela kesempatan tausiyahnya, “Kawan, masalah itu tidak akan menjadi masalah, jika tidak kita permasalahkan.” Persis. Bahkan di sela – sela penantian menunggu eksekusi penentuan keputusan manusia itu, ia dan kedua rekannya tetap menebar senyum yang menyiratkan sebuah ketegaran. “Ini bukan sebuah masalah, bung.” Seakan kalimat tersebut terluncur dari sikapnya yang semakin membuat penasaran. 
Kisah lain (Sayyid Quthb) jua kita dapati di Mesir beberapa puluh tahun silam. Lelaki itu, dengan senyum yang manis itu menunggu detik - detik algojo menggantungnya. Itulah senyum kedua seumur hidupnya yang juga menjadi senyum terakhir menutup usia. Ketegaran akan kerinduan perjumpaan meyakinkannya. Sosok kecil itu kemudian menjadi sebuah spirit. Kenapa harus bersedih atas berbagai permasalahan? Mereka hanyalah sebuah mozaik. Sebuah serpihan dari sebagian kisah cerita dunia. Dunia yang terdiri dari serpihan problematika. Disitulah sebenarnya sebuah pendewasaan. Jika manusia bisa mengambil pelajaran darinya. Perspektif bedanya hanya terletak di sudut pandang saja. Memandang sebagai apakah seorang individu terhadap sebuah masalah, ancaman atau anugerah.
 
“Bersungguh – sungguhlah dengan kehinaanmu, niscaya Ia menolongmu dengan kemuliaan-Nya. Bersungguh – sungguhlah dengan ketidakberdayaanmu, niscaya Ia menolongmu dengan kekuasaan-Nya. Bersungguh – sungguhlah dengan kelemahanmu niscaya Ia menolongmu dengan kekuatan-Nya.” 

Banyak dari kita memandang sebuah masalah yang menimpa adalah sebagai sebuah musibah. Terlebih ketika beban tersebut terasa betapa berat dan kerasnya. Seolah tak sanggup lagi kita menanggungnya. Padahal sudah kita tahu, DiaYang Maha Esa tidak sekali – kali membebani sesuatu yang tidak sanggup kita pikul. Lantas, apa yang kita permasalahkan...? Cara kita memandang masalah itu sendiri, sebenarnya itulah masalahnya. Seberapa kuat doktrin kebaikan mampu mengalahkan bujuk buruk sangka dalam mindset pemikiran kita. Terkadang, memang terasa sangat berat ujian ini, lunglai sudah tubuh ringkih ini. Rasanya tak sanggup jua berdiri menopang beban berat ini. Namun, sekali lagi disinilah titik ujian kita. Benar, manusia diuji dari titik lemahnya masing – masing. Apapun itu, saudaraku. Inilah ujian iman itu. Seorang Imam Hasan Al Basri pernah mengatakan,

“Ketika badan sehat dan hati senang, semua orang mengaku beriman. Tetapi setelah datang cobaan barulah diketahui benar tidaknya pengakuan itu. Orang yang ingin permintaannya cepat terkabul hari ini dan tidak sabar menunggu, itulah orang yang lemah iman.” 

Inilah hidup punya cerita, saudaraku. Terlalu banyak  cerita problematika dunia bila ingin kita jabar. Namun bukan itu esensi hidup kita. Bukankah kita dicipta untuk menggapai ridho-Nya? Bukankah masalah ini jualah yang akan mengakselerasi kita membuktikan kecintaan yang sebenarnya pada-Nya? Bukankah dengan ini jiwa kita akan lebih berpengalaman dalam menghadapi detak demi detak masalah yang melintang aral? Bukankah ini adalah sebuah nikmat, kalau begitu? Lantas, apa yang kita permasalahkan? Inilah kekuatan iman itu, kawan. Tanpanya ibadah – ibadah kita selama ini seolah hampa. Kering, tanpa jiwa. Tanpa ruh di dalamnya. Yakin. Yakinlah Dia selalu bersama kita. 

“Sesungguhnya Allah bersama orang – orang yang sabar...” 

Jangan permalukan jiwa dengan menyerah pada titik perjalanan hidup ini. Ini hanya sebuah stasiun pemberhentian sementara. Isilah kemudian amunisi lagi, kita lanjutkan perjalanan yang masih panjang ini. Yakinlah akan pertolongannya. Memang, sepertinya tak semua yang kita minta terkabulkan, tapi taukah kita, sungguh sebenarnya apa yang kita butuhkan telah terpenuhi jua. “La Tahzan, Innallaha ma’ana” Demikian seorang sahabat mencoba menenangkan saudara yang dicintainya ketika sedang gelisah akan petolongan-Nya. Tidak. itu bukan sebuah keraguan. Namun sebuah pengharapan, akan pertolongan Sang Penciptanya. 
“Tampilkan dengan sesungguhnya sifat – sifat kekuranganmu, niscaya Allah menolongmu dengan sifat – sifat kesempurnaan-Nya. Bersungguh – sungguhlah dengan kehinaanmu, niscaya Ia menolongmu dengan kemuliaan-Nya. Bersungguh – sungguhlah dengan ketidakberdayaanmu, niscaya Ia menolongmu dengan kekuasaan-Nya. Bersungguh – sungguhlah dengan kelemahanmu niscaya Ia menolongmu dengan kekuatan-Nya.” (Ibnu Athaillah) Itulah kunci dari permasalahan kita. Pertolongan itu adalah sebuah keniscayaan. “Adalah hak bagi Kami menolong orang – orang beriman.” (Q.S. Ar Ruum:47) Tidak ada kegelisahan, selama masih tersemat iman itu dalam lubuk jiwa. Masalah, tidak akan menjadi masalah, jika tidak dipermasalahkan...”

Tidak ada komentar: