Kamis, 05 November 2009

SBY Lamban Sikapi KPK Vs Polri!


Perseteruan antara Polri-KPK memuncak pascapenahanan terhadap Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, Kamis (29/10). Kecaman atas penahanan ini pun terus mengalir hingga hari ini (1/11). Dalam keterangan persnya Jumat (30/10), Presiden menyatakan tidak akan mengintervensi proses hukum yang tengah dijalankan Mabes Polri. Presiden pun dinilai telah lamban memadamkan api perseteruan antara Polri dan KPK tersebut.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menlai, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lamban meredakan perseteruan antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Presiden pun dinilai telah terlambat memadamkan api perseteruan antara Polri dan KPK tersebut. “Kalau menurut PKS, sejak awal Presiden tidak berusahan memadamkan api permusuhan ini,” kata anggota FPKS, Nasir Jamil, dihubungi Republika, Ahad (1/11).

Menurut Nasir, Presiden SBY memiliki otoritas sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Langkah-langkah politis, seharusnya sejak awal diambil Presiden sebelum publik saat ini melihat adanya rivalitas yang kuat antara Polri dan KPK.

Nasir juga menyayangkan, Menkopolhukam sebagai koordinator penegakan hukum juga tidak menunjukkan perannya saat perseteruan Polri-KPK terus memanas. “Di mana Menkopolhukam itu, yang seharusnya mampu melakukan koordinasi antaraparat penegak hukum,” tambah Nasir.

Hentikan segera Konflik Polri dan KPK !

Desakan terhadap Presiden agar segera menyelesaikan konflik antara KPK dengan Polri yang didukung Kejaksaan Agung, terus berdatangan. Friksi antar lembaga penegak hukum yang berlarut-larut ini dikhawatirkan akan menggoyahkan kepastian hukum di negeri ini.

Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, melihat pertarungan angara cicak versus buaya itu telah mengorbankan kepentingan nasional. Konflik yang melibatkan institusi pemberantasan korupsi itu jangan dibiarkan berlarut-larut. ”Harus ada inisiatif dari pimpinan nasional untuk menghentikan friksi ini,” ujarnya melalui telepon selulernya di Jakarta, Ahad (1/11).

Harmonisasi antara lembaga penegak hukum itu diingatkan Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar ini harus segera diwujudkan. Semua pihak harus kembali fokus pada fungsi dan tugas pemberantasan korupsi masing-masing. Konflik yang berlarut-larut ini, ditegaskannya, hanya melahirkan kepastian hukum yang rapuh. ”Kepastian hukum menjadi hilang,” sesalnya.

Menguatnya kesan hilangnya kepastian hukum ini, diingatkan Bambang, akan membahayakan masa depan pembangunan nasional. Presiden diingatkan pula untuk tidak menganggap remeh ekses dari friksi ini. ”Pemernitah harus mengkalkukasi dengan benar dan jujur akibat-akibat yang muncul dari disharmoni di antara sesama lembaga penegak hukum ini,” pintanya.

Menurut pengurus Kadin ini, kepastian hukum ini harus menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan naisonal. ”Kepastian hukum tak boleh dikorbankan dengan alasan apapun juga,” tegasnya.

Penahanan Bibit-Chandra Ciptakan Antipati Keadilan

Penahanan pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Riyanto dan Chandar M Hamzah dapat menciptakan antipati masyarakat terhadap penegakan keadilan, kata pengamat hukum dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Iwan Satriawan SH MCL. “Semakin meruncingnya kasus penahanan Bibit-Chandra oleh Mabes Polri akan menjadikan publik dihadapkan pada kondisi yang dinamakan ‘uncertainty of law’ (ketidakpastian hukum),” katanya pada diskusi “Kasus Bibit-Chandra dan Penegakan Keadilan di Indonesia” di Yogyakarta, Sabtu.

Ketidakpastian hukum itu, menurut dia, dikhawatirkan hanya akan menjadikan publik menjadi tidak percaya pada penegakan keadilan dan upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. “Keadaan itu bisa dilihat dari reaksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang seakan lamban dalam menengahi kasus yang melibatkan kepolisian dan KPK. Meskipun tidak berhak melakukan intervensi, harap diingat bahwa Presiden mempunyai kekuasaan untuk memberi arahan kepada kepolisian,” katanya.

Untuk itu, menurut dia, Presiden SBY minimal perlu memberikan sinyal kuat kepada Kapolri untuk tidak main-main dan segera menangani kasus penahanan serta melakukan langkah konkret dalam menyelesaikan kasus tersebut sehingga tidak berkembang ke mana?mana. Ia mengatakan langkah konkret tersebut dapat dilakukan Kapolri dengan segera melakukan klarifikasi dan mengungkap benar tidaknya transkrip yang saat ini beredar ke publik.

“Kepolisian jangan membiarkan terlalu lama dalam memberikan klarifikasi dan mengusut transkrip yang beredar di masyarakat akhir-akhir ini. Jika dibiarkan terlalu lama, hal ini akan menimbulkan bias informasi kepada publik yang berujung pada munculnya spekulasi publik,” katanya.

Menurut dia sangat disayangkan mengapa Presiden SBY seakan terlalu lama bereaksi dalam menengahi kasus tersebut. Kasus yang membelit Bibit-Chandra saat ini tidak lagi menyangkut masalah hukum semata, namun sudah melibatkan dimensi politik yang sangat kental. “Jelas terlihat ada unsur politik yang memengaruhi kasus Bibit-Chandra sehingga proses penyelesaiannya pun terkesan lamban,” katanya.

Ia mengatakan kasus tersebut disinyalir sebagai proses pelemahan sistematis bagi KPK, sehingga akan memengaruhi upaya pemberantasan tindak korupsi yang sebelumnya gencar dilakukan oleh negeri ini. “Kasus itu akan menciptakan citra buruk, baik bagi pemerintahan SBY maupun kepolisian,? jelasnya.

Bagi pemerintahan SBY, menurut dia, publik akan menilai SBY tidak mempunyai kebijakan politik yang mendorong proses pemberantasan tindak korupsi, di mana pemberantasan korupsi merupakan salah satu nilai penting yang sedang diupayakan pemerintahan SBY.

“Selain itu, dalam pemberantasan tindak korupsi seharusnya KPK, kepolisian, dan kejaksaan agung bersinergi, namun yang terjadi saat ini justru saling bertengkar. Hal ini tentu semakin memperburuk citra polisi di mata publik,” katanya.

Tidak ada komentar: